Jumat, 23 Oktober 2020

Kasih yang Terluka

 


Anak dalam pernikahan, ibarat perekat kasih antar pasangan. Ia seumpama oase di gurun dan bukti kesempurnaan bagi seorang wanita.

12 tahun sudah, Firly dan Arya mengucap janji setia di hadapan penghulu. Berjuta tanya telah mampir dalam kehidupan mereka, tentang anak yang belum juga hadir.

Firly dan Arya telah memasrahkan semua pada Allah Sang Pemilik Hidup. Semua usaha telah mereka lakukan, dari pengobatan medis hingga minuman herbal, urut tradisional, dan bekam. 

Mereka yakin pasti ada maksud dari belum hadirnya buah hati.


###


"Aku sudah besar! Ummiku aja dulu nggak pernah ngatur aku sampe kayak gini!" 

Tiba-tiba, napas Firly tersentak. Kedua alisnya saling bertautan, matanya ssdikit disipitkan, dan bibirnya setengah terbuka. Ia tidak percaya, gadis belia di hadapannya mampu berkata seperti itu. Firly tak pernah  mendapati perlakuan seperti itu dalam keluarga. Tak ada yang berani bersuara saat orang tua tengah memberi nasehat, apalagi meninggikan suara.

Diana, keponakan dari Arya, yang baru saja menjadi yatim piatu dalam waktu satu tahun, kini hidup bersamanya. Ibunya Diana adalah kakak kandung Arya. Sebelum meninggal, karena kanker lambung, sempat menitipkan anaknya untuk diasuh bersama Firly. 

Firly sangat senang menyambut kehadiran gadis berusia 16 tahun itu. Benaknya sudah dipenuhi dengan keindahan memiliki anak. Firly berpikir, inilah alasan kenapa Allah belum memberinya keturunan.

Kemanjaan gadis berkulit putih itu sudah Firly ketahui sebelumnya, sejak ia masuk dalam keluarga besar Arya. Firly juga tahu, gadis berambut ikal itu sebenarnya enggan untuk tinggal di rumahnya, karena kondisi rumah yang jauh dari bagus. Dinding batako tanpa kulit, atap tanpa plafon, dan jauh dari keramaian.

Maka, ketika Diana mulai tinggal di rumahnya, wanita berusia 34 tahun itu menerapkan beberapa aturan ketat di antaranya: 

¤ Berangkat sekolah on time pukul 06.00. 

¤ Setiap pulang sekolah harus izin jika ingin pergi ke mana pun.

¤ Jika pergi ke rumah teman atau mana pun, harus tiba di rumah sebelum maghrib.

¤ Setiap hari minggu harus bangun pagi dan membantu pekerjaan rumah. 

¤ Keluar rumah meski depan pintu, wajib memakai kerudung.

Firly yang terlalu gembira, dan mengira gadis cantik itu, akan menuruti aturannya tanpa mempertimbangkan psikologisnya, kecewa dengan kenyataan yang dihadapi.


Suatu hari.

Firly menendang pintu kamar Diana, saat penghuninya terlelap. Padahal sedari subuh, sudah dibangunkan sampai pukul 09.00 belum juga beranjak dari kasur.

"Weisss!" 

Hanya ucapan itu yang keluar dari bibir ranum gadis yang telah duduk di kelas X itu. 

Tanpa basa-basi, Diana bergegas mandi. Saat sedang berpakaian, seorang temannya datang menjemput. Dan Diana pun pergi tanpa pamit.

Firly merasakan sesak, setiap kali Diana melawan perintahnya. Firly tak pernah bisa memahami Diana. Seusianya dulu, Firly tak pernah berani melawan orang yang lebih tua, meski itu hanya tatapan mata. 

Di mata Firly, Diana selalu salah. Semakin Diana melawan, semakin keras Firly mengekang. Firly merasa, Diana miliknya, jadi mau tidak mau harus menuruti setiap kata-katanya. 


###


"Kalau kamu mau menginap di sana terus, bawain aja semua bajumu sekalian dan nggak usah balik lagi ke rumah tante!" Firly mengeluarkan ancaman melalui telepon seluler, saat meminta Diana pulang. 

Diana menginap di rumah saudara yang lain, tanpa izin sampai beberapa hari dan enggan disuruh pulang. Padahal Firly ingin, saat libur Diana ada di rumah, dan mau merapikan kamar yang ia tinggalkan dalam keadaan berantakan. Bagaimana Firly bisa mengajarkan ketrampilan mengurus rumah, jika setiap libur Diana selalu punya alasan untuk keluar. Karenanya, Firly mengeluarkan ancaman yang ia sesali seumur hidup.

Ancaman itu ia sampaikan ke Arya juga saudara yang lain, tanpa tanggapan. Firly yakin, Diana akan takut dan segera pulang.

 

###


Siang itu, Firly baru saja pulang mengajar, ia mengajar di sebuah Taman Kanak-Kanak. Ia mendengar sebuah motor berhenti di depan rumahnya. Diana muncul dan langsung menuju kamar, tanpa memberi salam, kemudian langsung mengepak semua pakaiannya. 

Dada Firly bergemuruh, jantungnya berdetak tak berirama, otot netranya menegang menahan derai yang hampir jebol. Pikirannya tak menentu menebak adegan selanjutnya yang akan dilakukan Diana. Dengan jemari bergetar, Firly menghubungi Arya, menceritakan perihal drama nyata yang sedang berlangsung.


"Biar aja, Say. Dia sudah besar, kalau sudah tidak mau diatur, biarkan semaunya." 


Hanya jawaban itu yang ia dapat. Firly semakin panik, ia takut kehilangan. Ia tak menyangka ancamannya dijawab dengan tindakan seperti ini. 


"Ini kan yang Tante mau?" tantang Diana garang, saat merebut tas miliknya yang diambil Firly, untuk mencegahnya pergi. 


Firly tak mampu menguasai gemuruh dan isak yang tertahan. Ia hanya mematung, saat Diana pergi bersama teman yang menungguinya di luar.


###


"Lepaskan dia, Bu. Biarkan dia merasakan kasih Ibu yang belum ia mengerti. Jika Ibu terlalu menggenggamnya, bukan hanya dia yang terluka, tapi, Ibu juga." Suara lembut sang guru BP menenangkan wanita beraksen betawi itu, saat mencari warta tentang Diana di sekolahnya. 

Meski kabur, Diana tetap sekolah. Firly berharap pihak sekolah mau menjembataninya untuk meminta Diana pulang. 

"Maaf, saya tidak dapat memenuhi keinginan Ibu. Saya khawatir akan terjadi keributan di sini. Karena sebagai guru BP sekaligus wali kelasnya, saya paham watak kerasnya Diana. Saya paham, Ibu sangat menyayanginya. Tapi Diana bukan anak seperti pada zaman kita dahulu, yang takut dengan ancaman dan kekangan. Ia justru akan semakin berontak jika kita mengekangnya." Bu Rossi menarik napas panjang. 

"Saran saya, biarkan dia di rumah temannya dulu, dengan tenang. Kami akan terus memantau melalui teman-teman OSISnya. Dan Ibu cukup mendatangi saya, jika ingin mengetahui kabar tentang Diana." Panjang lebar wanita bersahaja itu menjelaskan, sekaligus menenangkan Firly.

Penyesalan memang selalu datang terlambat. Firly baru menyadari kesalahannya yang  otoriter, ia mengesampingkan fakta bahwa Diana sudah besar, sudah punya karakter sendiri. Diana bukan produk zaman dahulu, yang takut dengan orang tua. Dan fakta yang paling ia abaikan adalah, dirinya bukan sesiapa Diana, hanya istri dari omnya, yang barang tentu ikatan batinnya tidak  kuat. 

Meski saudara dari pihak Arya tidak ada yang menyalahkannya, karena tahu persis bagaimana watak keras dan manjanya Diana yang selalu ditaburi kenyamanan saat ummi dan ayahnya masih hidup, Firly selalu menyesali perbuatannya. Seharusnya sebagai seorang guru ia bisa lebih menyelami karakter Diana. Seharusnya sebagai seorang daiyah, ia bisa lebih lembut menasehati Diana.

"Sudahlah, jangan nangis terus. Yang penting kita tahu dia baik-baik saja. Dan jangan lupa untuk selalu mendoakan kebaikan untuk dia." Arya hanya mampu membelai dan menasehati Firly, setiap istrinya itu membicarakan kabar yang ia terima dari pihak sekolah dan teman-temannya, sambil terisak.

Satu bulan berselang sejak kepergian Diana, Firly mendapat kabar bahwa kini Diana tinggal bersama sepupunya. Hatinya menjadi lebih tenang. Karena sekarang berarti, Diana sudah dapat makan teratur. Tidak seperti kabar sebelumnya yang ia terima dari teman Diana.

"Diana sekarang makin pucat, Tante, jarang makan," jelas Tini, teman satu kelasnya saat Firly menyambangi rumahnya.

"Gitu ya? Kalo gitu tante titip uang ini sama kamu, buat traktirin Diana jajan. Jangan bilang itu dari tante, pasti Diana nggak akan terima." Begitulah, Firly terus berupaya mencari tahu keadaan Diana.

Firly hanya mampu bertanya kabar ke teman dan pihak sekolah, saat membayar uang sekolah Diana.  Karena dirinya dilarang bertemu fisik dengan gadis yang sangat ia cintai, meski bukan darah dagingnya. Khawatir Diana akan memberikan reaksi negatif, yang akan membawa dampak buruk bagi dirinya, Diana, dan pihak sekolah.

Harapan, semoga diberikan kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahan, selalu Firly langitkan. Semoga ia dapat mencintai dan dicintai Diana dengan tulus, meski tanpa panggilan IBU.




6 komentar:

  1. Wah anak sekarang mah, emang suka melawan mba Nia 😀

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Bu. Saya belum paham dan tidak terbiasa menghadapi remaja. Jadi ya gitu deh. Biasa mainnya sama bocah PAUD. 😔

      Hapus
  2. Ditunggu next y Bu...........biar ada novel y ya Bu🙏🙏🤲🤲🤲

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiiin. In syaa Allah. Semoga dimudahkan. Terima kasih sudah mampir.

      Hapus