Sabtu, 18 Juli 2020

Curhatan Emak-emak Rese

Sejak masa Pandemi dimulai, sekitar akhir Maret 2020, lebih banyak menghabiskan waktu di rumah aja. Seperti yang dianjurkan pemerintah. 

Anjuran pemerintah untuk di rumah aja, sepertinya tidak digubris oleh anak-anak dilingkungan tempat tinggalku. Hampir setiap waktu, pagi, siang, dan sore, kudengar teriakan, suara grebak-grubuk beberapa langkah mungil, kadang disertai tangisan, dan umpatan yang menghias lari mereka. Anjir! Tai, lu! Adalah dua kata wajib, sepertinya, dalam umpatan mereka. Duh! Ngeri dengernya.  😥

Sesekali aku keluar dan bertanya ringan, meski sudah tahu apa yang sedang mereka lalukan. 

"Bang, ngejar apaan, sih?" kebiasaanku adalah memanggil mereka dengan sebutan Bang atau Mas, sebagai bentuk penghormatan meski usia mereka masih kisaran 6 - 12 tahun.

Mereka kompak menjawab, "layangan, Bu."

"Nggak takut Corona, ya?" ku lanjutkan pertanyaan yang mungkin dianggap rese sama mereka.

"Takut mah sama Allah, Bu." Begitu jawaban salah satu dari mereka yang badannya agak besar.

Eh, betul sih, takut mah harusnya sama Allah, ya.  😁

Di lain kesempatan, pernah pagi sekali, selepas subuh, mereka berkumpul di pos jaga, kebetulan rumahku berdekatan dengan pos jaga. Dari 10 anak yang berkumpul, 8 di antaranya memegang hp. Mereka berteriak sambil mengumpat seolah sedang memaki. Suaranya gelegar, menembus dinding kamar. Karena aku tahu, tetangga samping rumah sedang sakit, kuputuskan menemui sebelum ada orang yang memarahi mereka.

"Wih, seru banget, pagi-pagi udah ngumpul di sini. Udah pada solat subuh, belum?" ku awali percakapan dengan pertanyaan.

"Udah Bu." Beberapa anak menjawab kompak, lainnya hanya menatap hp dan acuh terhadap kehadiranku.

"Pada bawa hp, diizinan Mamah emangnya?" lagi, pertanyaan nggak penting yang kayaknya bikin mereka terusik.

"Ini mah, hp saya sendiri Bu." Seorang bocah yang kutaksir baru berusia 8 tahun, menjawab tanpa menoleh. Yang lain, jangan ditanya reaksinya. 

"Faiz sama Fatih, nggak bawa hp?"

"Nggak punya, Bu," jawab Faiz.

"Nggak boleh bawa sama Bunda, Bu," Fatih memberi jawaban yang hampir persamaan dengan Faiz.

Aku fokus pada Faiz dan Fatih. Karena yang lain memberi reaksi dengan membalikkan badan, isyarat tidak ingin diganggu.

"Bu Nia punya buku baru, lho. Bagus deh. Mau lihat nggak?"

"Mau!" Serentak mereka menjawab. 

Aku bisa menebak pasti mereka akan merespon demikian, karena mereka adalah pengunjung setia taman baca yang aku dirikan setahun lalu. Sejak Corona melanda dunia, taman baca ku pun vakum.

"Tunggu di sini, ya."

Beberapa menit kemudian, beberapa buku sudah tergelar di bagian kanan Pos Jaga. Fais dan Fatih langsung antusias memainkan buku Wow Amazing Series. 

Keseruan Fatih dan Faiz membentuk puzzle dari cover belakang buku, sedikit menarik perhatian beberapa anak yang asyik ber-hp.

"Apaan, sih?" Seorang yang belum aku kenal namanya menghampiri.

"Ris, mainan buku, nih." Fatih langsung melambaikan tangan.

"Wuih, keren! Buku bisa dijadiin puzzle!" Haris, akhirnya aku tahu namanya, setengah teriak, wajahnya menghadap ke sekelompok temannya yang masih asyik ber-hp.

Teriakan Haris mampu mengundang beberapa temannya. Surya, Andri, dan Fikri. Mereka bertiga menghampiri dan memperhatikan keseruan Faiz dan Fatih menyusun puzzle ikan paus.

Surya mengambil buku Wow Amazon Serie Universe. Membuka halamannya, "Wuih ...! Kri liat, nih!" Surya memperlihatkan halaman pertama yang memperlihatkan gambar 3 dimensi (pop-up) alam semesta.

Melihat sebagian sudah asyik dengan buku, kuputuskan  pulang, "Fatih, kalo sudah udah selesai nanti tolong bawa ke rumah Bu Nia, ya." 

Yang di tanya, mengacungkan 2 ibu jarinya. 

Iya, kusadari aku tak kuasa merubah perilaku dan tabiat mereka yang sudah terbentuk, tapi juga tak berani menyalahkan siapa pun. Karenanya, aku tak pernah menasihati anak-anak itu secara langsung. Yang bisa kulakukan hanya mewarnai mereka sedikit demi sedikit dengan apa yang aku punya. Itulah salah satu alasanku menjadi reseller produk buku. Supaya bisa membeli buku dengan harga lebih murah, sehingga bisa dinikmati oleh anak-anak sekitar lingkunganku. 

Yang kuinginginkan cuma memiliki lingkungan yang baik, agar kelak jika Allah menakdirkan aku memiliki anak, anak-anakku tumbuh di lingkungan yang baik.

Bekasi, 18 Juli 2020