Jumat, 13 Desember 2019

Melukis Jejak Diri

Perjalananku diawali pada tahun 2017, saat untuk pertama kalinya mendapat hadiah smartphone dari suami tercinta, Samsung galaxy J1 ace.

Setelah menguasai cara penggunaannya, segera kumanfaatkan untuk membunuh rasa penasaran akan dunia tulis-menulis yang virusnya telah menjangkitiku sejak masih di SMEA dulu, medio tahun 1995/1996, ketika mulai aktif di ROHIS dan berlangganan baca majalah Ummi dan Annida yang tersedia di perpustakaan mini ruang ROHIS.

KBM, Komunitas Bisa Menulis, menjadi sasaran pertama dalam memijak di dunia literasi, diawali sebagai silent rider -- sampai sekarang. KBM belum mampu menghilangkan dahaga yang telah kutahan puluhan tahun, aku mulai masuk ke beberapa grup sekaligus demi meneguk dan melahap sajian lezat nan bergizi yang disajikan di tiap grup, gratis pula!

Bukannya puas dengan meneguk dan melahap sajian gratis yang dihidangkan, malah rasa haus dan lapar semakin menjadi. Aku pun ingin bisa menyajikan, agar laparku bisa terobati. Maka, mulailah mengikuti saran teman untuk mengikuti kelas menulis; dari berbayar hingga gratisan.

Alhamdulillah, mulailah aku meramu aksara. Belum sempurna memang, tapi aku menikmati prosesnya. Proses yang membuatku semakin sadar, bahwa menulis mampu meronakan kehidupan.

Kenapa?

Aku adalah seseorang yang tidak mudah menumpahkan semua rasa pada orang lain, memilih memendam semua gelisah sendiri; sehingga ribuan kata yang terpenjara, ratusan rasa yang mendera, dan asa yang terpendam, seringkali menenggelamkan bahagiaku. Maka, menulis menjadi pelampiasan terbaikku.

Alsan Lain Mengapa Menulis?

1. Menjadi Tempat Meluahkan Rasa 
Dulu, aku hanya mempunyai dua tempat yang aman dan nyaman dalam berbagi kisah, sajadah dan buku diary. Sejak mengenal literasi, kuluahkan rasa menjadi karya. Bukan mengejar penggemar atau kuantitas buku yang dihasilkan, tapi kisah yang diabadikan memberikan kesenangan tersendiri. Curhat colongan, istilahku. Membuang sampah tanpa orang lain tahu itu kegundahanku sendiri.

2. Mengasah Kreativitas
Ketika awal menuangkan keluh kesah dalam bentuk tulisan, aku seperti memindahkan isi diary; ejaan yang amburadul, kaidah menulis ditabrak sak kaerepe, juga bahasa yang alay. Seiring waktu, banyak senior yang memberi kritik dan saran, juga pelajaran yang didapat pada kelas menulis, kemampuanku semakin terasah. Meski belum sempurna, tapi aku senang belajar.

3. Menambah Teman  
Dunia literasi seperti dunia keduaku. Dari sinilah, beberapa teman kudapat, dari berbagai penjuru tanah air. Saling sapa dan memberi wacana.

4. Memperluas Khasanah 
Ilustrasi buku by pixabay
Dengan banyak membaca karya teman, mengikuti kelas menulis, dan berlatih, telah memberikan aku pemahaman dan pengalaman baru. Banyak hal yang baru aku tahu, dan tak sadar bahwa selama ini ternyata telah melakukan kesalahan. Semisal; cara penulisan di, selama ini apapun kata yang mengikutinya pasti selalu kutulis terpisah. Tentu banyak hal lainnya lagi, yang baru kudapat dari menulis.

5.  Menghasilkan Rupiah 
Dari sekedar hobi, curhat, rupiah pun aku dapatkan. Dengan mencoba uji nyali mengirim tulisan ke Reviensmedia, alhamdulillah, 12 artikelku nyangkut. Kusyukuri sebagai berkah atas Kemurahan Allah, dan bukti pada diri sendiri, bahwa aku bisa. Meski belum seberapa, harus terus bersyukur, terus belajar, terus mencoba. 

6. Melawan Tua 

Satu hal lagi yang membuat aku semakin menyukai dunia tulis menulis adalah, merasa awet muda. Apalagi jika berkumpul dalam grup kepenulisan yang anggotanya kebanyakan masih jomblo, humoris, dan gokil. Meski jarang ikut berkomentar, tapi cukup terhibur dengan membaca candaan yang sepertinya tak berkesudahan. Dalam beberapa literatur yang kubaca, menulis dapat memperlambat proses demensia. Dimensia acapkali mengganggu proses kerja di rumah, pun tempat kerja. Dengan menulis, daya ingat kita akan bertahan lebih lama, terutama tentang hal yang pernah kita tulis. Dan ini sudah kubuktikan. 

7. Melukis Jejak Diri

Seyogyanya, saat sedang menulis, aku sedang melukis jejak diri. Suatu saat tulisanku akan dibaca oleh anak cucu, dan itu adalah jejak yang kutinggalkan untuk mereka. Karena itulah, aku terus bebenah, semoga hanya jejak kebaikan saja yang kutinggalkan.

Ini menjadi titik balik diriku untuk selalu memperbaiki diri. Semoga apa yang kukerjakan memberi manfaat dan dapat menjadi amal penambah timbangan kebaikanku kelak di yaumil hisab.

Mari menulis.










Selasa, 03 Desember 2019

Dear Desember


Harimu terasa singkat, padahal baru 3 hari terlewati. Masih ada 28 hari lagi, tapi seolah sudah tak ada waktu.

Dear, aku masih punya banyak mimpi yang belum nyata, semoga bisa terajut dan wujud di bulan setelahmu.

Kau tahu, tahun ini aku menahan langkah. Memilih lebih banyak merenung, membaca, dan belajar, berharap teko bisa penuh, hingga mampu menyajikan barang secangkir atau dua cangkir. Nyatanya? Setengah pun tak terisi, masih terasa kosong. Aku sering menyalahkan demensia, yang karenanya aku sering dibuat alpa dan sering gagal paham, salahkah? Atau ini hanya alasan lainnya? Entah .... 😶

Dear, tahun ini mirip sekali dengan tahun lalu. Begitu banyak alasan yang mampir, hingga malas memenjarakan asaku. Meski, ada kalanya gunungan alasan itu terurai, tapi kemudian tiba-tiba menghujani lagi, hingga asaku kembali terhimpit dan sulit bangkit. Terus terulang, seperti terjebak dalam labirin.

Dear, jika kau merasa saat ini aku sedang melukis alasan lagi, kurasa tidak. Aku hanya sedang meramu rasa, memetakan kekuatan, agar tumpukkan alasan dapat terurai kembali. Jangan bosan mengeja setiap aksaraku, karena hanya ini senjata aku mewaraskan diri. Menyadarkan diri dari keterpurukan. Pada-Nya dan pena saja aku dapat meluahkan semua keluh kesah, mulut ini terkunci di hadapan semua insan pun "dia". 😷

Tepat hari ini, kugenggam kembali pena yang telah tergantung beberapa pekan. Bersama Bloger Asongan, semoga bisa merajut asa kembali. Setelah sebelumnya meninggalkan banyak kelas belajar, agar rekan-rekan tak dapat membaca rangkaian alasanku. Ternyata, meninggalkan mereka membuat aku semakin tenggelam. Aku masih butuh pertolongan, butuh suntikkan semangat, butuh genggaman. Aku melupakan kodrat kemanusiaanku, seolah perkasa bisa bangkit sendiri.

Bersyukur, masih ada teman yang siap menggenggam jemari, dan selalu menyiapkan pundaknya untuk sekadar bersandar, meski di dunia maya. Supportnya begitu nyata.

Baca juga : Dear Juli
Dear Desember, saksikan aku yang akan membuat langkah baru. Jangan lekas beranjak, agar Januari dapat kujelang dengan semangat baru. Berharap jejak kebaikan yang kutinggal, agar kelak kugapai husnul khotimah.















Sumber gambar: Ilustrasi Halo Desember by tribunnews