Kamis, 11 Juni 2020

(R)asa yang Hampir Hilang



Rasa itu pernah menghuni hatiku. Berada di podium dengan riuh tepuk, sorak sorai, dan eluan nama. Bidikan kamera, mewarnai hariku. Kini, rasa itu lenyap bersama perginya 
Kedua kakiku.

Di hari langit menangis, derainya tak terkira. Bahkan, bayu menyerta meliukkan semua pohon. Kilat dan petir saling bersahut, merasa yang paling berhak menemani tangisan langit, sebuah tantangan diterima.

"Kita tetap berlomba!" Seorang pemuda berambut ikal, badan atletis, memakai jaket berpengaman, dan helm full face yang kacanya dibiarkan terbuka, menjual tantangan padaku.

"Kau gila? Sekarang badai, perlombaan ditunda."

"Kau takut kalah?" Tanah yang sudah tergenang msndapat tambahan cairan ludah si penjual tantangan, menambah daya jual tantangannya.

"Kita akan berlomba, saat track ini sudah aman dari lumpur, dan panitia mengumumkan perlombaan!" 

Tak hendak terlibat dalam jual beli yang menaikkan darah, kubalikkan badan memuju pitstop.

"Ini antara kau dan aku!" Suaranya bersaing dengan petir yang membahana semesta. Lalu, mendorong tubuh yang sudah berbalik arah. 

Dorongan yang membuat langkah balik kananku terhenti, mendidihkan darah dan membeli tantangannya, "Kau, tunggu di sini!" 

Saat kuda besiku melaju di track berlumpur, mengalahkan ego yang berkata mampu, mengorbankan saran yang berkata tidak, sebuah kilat yang menyilaukan dan petirnya memekakkan telinga, menyambar jalur di hadapanku, membuat tangan repleks mencengkram rem dan sukses melambungkan tubuh lalu berdebum bersama teriakkan langit.

Detik melaju perlahan melewati menit dan jam. Hari telah berbilang menjadi tahun. Dan dasawarsa pun terlewati.

Gelap, meski mentari terik menyengat bumi.
Sepi, meski riuh di hadapan memekakkan telinga.
Duniaku hampa.
Tanpa kaki, seolah dunia berhenti.

Ratusan bunga dan ribuan ucap semangat, tak juga mampu menggelorakan asa dan rasaku.

Di saat aku tenggelam dalam pesimis, terkungkung rasa hina, secercah kerlip hadir. Genggaman tanpa ucap, menggamit tangan, mengenalkan pada eforia semisal dulu. Paralympic.

Setengah asaku kembali, degubnya membahana, memenuhi sistem limbik dan kalbu. Meski derunya berbeda, tapi gempitanya sama.

Di awali malu dan terpaksa, kini nyata aku bahagia. Sejuta kasih kularungkan padamu, Kawan. Kini, duniaku kembali. Terima kasih.

#semangatbelajar
#belajarmenulis

Sabtu, 06 Juni 2020

Badai Pasti Berlalu


Meski terus mengikuti berita dan perkembangan penyebaran Virus Covid-19 melalui media online, aku masih saja terkejut; ketika akhirnya daerah tempat tinggalku diberlakukan PSBB, sehingga sekolah pun terpaksa diliburkan. Anak-anak harus SFH dan kami WFH.

Rutinitas agak terganggu, tapi belajar harus tetap berlangsung meski #dirumahaja.

Sesuai kesepakatan dan SOP yang berlaku, kami melaksanakan long distance learning. Setiap pagi, sesuai hari sekolah, sudah sibuk memegang hp. Benda yang paling dijauhi saat KBM normal berlangsung di kelas. Kini, terpaksa harus setia mengelus benda pipih merk Samsung, meluangkan waktu untuk me-review jadwal dan tugas yang telah dilaksanakan anak-anak.

Tiba-tiba Menjadi Aktris

Sistem belajar jarak jauh, mengharuskan kami keep in touch meski lewat daring, sesekali komunikasi via video call.  Sebagai ganti tatap muka, beberapa video tutorial  mulai tercipta. Walhasil mengorbitkan "A New Aktris". 😁

Saya yang tidak suka selfie, tetiba harus siap mejeng untuk di-shooting. Wajah dan perilaku dipaksa senormal mungkin, meski gugup menerjang. Padahal, setiap hari berdiri di depan kelas, di hadapan belasan siswa biasa saja. Kini, harus menahan grogi menghadapi kamera. 😉

Duh, duh, duh .... 😅

Badai Rindu

Perkembangan penyebaran Virus yang semakin meningkat, membuat SFH dan WFH diperpanjang. Meski, awalnya ada gembira menyelinap saat pertama kali harus WFH; bisa bekerja lebih siang, tetap dasteran ketika WFH, dan  bisa bekerja sambil rebahan.

Belajar di rumah yang terus diperpanjang, membuat gelombang rindu kian deras menerpa. Rindu peluk dan belai anak-anak, rindu celoteh manja dan ceriwis mereka, rindu tawa dan tangis, rindu teriakan "Bu, aku bisa", rindu bermuwajahah dengan rekan seperjuangan.

Ah, ternyata, daya tarik para malaikat kecil sedahsyat itu. Dan rindu itu semakin berat, saat ada satu dua anak yang chat atau pesan suara, menyuarakan rindu juga. 😢

Badai Pasti Berlalu

Meski berat, aku yakin pandemi ini akan berakhir, wabah ini akan berhenti, dan semua akan kembali normal.

Agar semua cepat berlalu, dibutuhkan kerja sama, kerja keras, dan kepatuhan.

#DiRumahAja, #PakaiMasker, #JagaJarak, #TidakBersentuhan, saatnya soliter menjadi solider, yang terpenting dan utama adalah muhasabah dan doa.

Bisa jadi ini adalah teguran bagi kita semua untuk lebih waspada, solider, jaga diri, dan senantiasa memanjatkan doa.

Mari bersama deraskan doa, semoga pandemi lekas berlalu. Dan, kristalkan yakin, Indonesia kuat.

Hasbunallah wa ni'mal wakil ni'mal maula wa ni'man nashir.