Senin, 31 Desember 2018

Rekam Jejak Literasi Nia Kurniawati di Tahun 2018


Alhamdulillah, wa syukurillah. 

Tahun 2018, banyak memberikan kejutan. Benar-benar tidak diduga jika aku bisa mengikuti beberapa antologi. Padahal target hanya dua, karena sedang mengikuti dua kelas menulis. Ternyata, alhamdulillah, 10 buku lahir berturut-turut.

Januari 2018 adalah awal jejak literasiku. Buku cernak berjudul Sirih yang Tak Bisa Ceria, menjadi solo perdana. Dan Karma menjadi antologi cerpen pertamaku. Disusul berturut dengan beberapa antologi  di bulan berikutnya.

Cermin Kejujuran, 26 Dongeng Negeri Peri, Perempuan yang Kuceritakan Padamu, The Midnight Knocks, Warna sang Aksara, Ikhtiar Cinta, Rinai Aksara, Di Batas Cahaya.

Masing-masing buku, memiliki kisah tersendiri.

SIRIH YANG TAK BISA CERIA
Buku Cernak: Sirih Yang Tak Bisa Ceria, menjadi awal aku mengazzamkan diri, bertransformasi menjadi seorang penulis, meski belum profesional. Kelahiran buku ini adalah buah dorongan dan motivasi dari salah satu guru menulisku, Bambang Irwanto dalam sebuah kelas menulis cerita anak, Kurcaci Pos. Dan juga seorang editor cantik multi talenta Wahyu Agustin. Dua punggawa inilah yang banyak memberikan andil dalam proses metamorfosisku. Meski terbit sejak Desember 2017, tapi buku ini baru dicetak dan kuterima pada bulan Januari 2018.

KARMA

Karma merupakan buku antologi perdanaku. Adalah Teh Rhea Ilhami yang menjadi perantaranya. Atas ajakan beliau dalam naungan NuBar Rumedia, akhirnya karyaku bisa satu buku bersama para penulis hebat.

CERMIN KEJUJURAN

Antologi berikutnya, merupakan kumpulan hasil lomba menulis cerita anak yang diselenggarakan oleh IPPI-PADI, Cermin Kejujuran. Ini menjadi lomba menulis pertama yang kuikuti. Meski belum mendapatkan juara, masuk menjadi 10 nominasi terbaik adalah prestasi yang luar biasa buatku. Benar-benar tidak menyangka, bisa menyisihkan ratusan peserta lainnya. Di buku ini, ada banyak karya para seniorku di grup penulis. Bahkan beberapa sempat menjadi komentator dalam karya yang kupost di grup. Love them.

26 DONGENG NEGERI PERI

Dalam proses meningkatkan value diri, aku banyak mengikuti kelas menulis. Ibarat seorang anak yang baru bisa merangkak, ia akan menjelajah semua ruang yang ada, dan mengacak-acak apapun yang terjangkau tangan. Begitu pun aku, yang sedang haus ilmu. Siapa pun yang menawarkan kelas menulis, kuikuti. Ada tawaran membuat antologi aku sambut, bisa atau tidak perkara belakang, yang penting niat dan usaha dulu. Antologi ini adalah hasil dari mengikuti kelas menulis cerita anak yang diselenggarakan oleh Wonderland Publisher.

PEREMPUAN YANG KUCERITAKAN PADAMU

Berikutnya, Perempuan yang Kuceritakan Padamu, menjadi jejak berikutnya dalam dunia baruku. Berawal dari ajakan seorang teman di FB, yang tentunya sudah senior, Mba Shanti. Buku ini menjadi awal dari terbitnya beberapa antologi lainnya, Ikhtiar Cinta dan Di Batas Cahaya,  dengan penerbit yang sama, Intishar Publisher.

WARNA SANG AKSARA

Warna sang Aksara lahir melalui grup Akademi Sastra Indonesia yang dibidani oleh Mba Endah dan Mba Nana. Buku ini menjadi yang paling unik, karena bukan hanya berisi cerpen, tapi ada cermin dan puisi juga. Menjadi buku yang recomended untuk dipelajari bagi newbie seperti saya.

RINAI AKSARA

Buku tebal dengan 77 penulis ini, menjadi satu-satunya buku antologi puisi. Meski tak pandai merangkai diksi indah, namun dengan modal nekat, akhirnya 3 puisiku berhasil dibukukan bersama para penyair keren se-Nusantara.

THE MIDNIGHT KNOCKS

The Midnight Knocks, menjadi buku yang mengharu biru. Bergenre horor, menjadi hal yang sulit menuliskannya. Karena aku tak pernah membaca buku haror, dan tak suka menonton film atau drama horor. Maka, demi terealisasinya niat, terpaksa membaca beberapa literatur horor. Alhamdulillah, dengan tertatih, akhirnya proses menulis selesai juga dalam waktu sebulan, tiga cerita. Buku ini diselenggarakan oleh sebagian alumni KMO Batch 10 dengan PJ keren Andrew A. Navara.

IKHTIAR CINTA

Buku yang dibidani oleh mba Shanti ini, melalui proses yang sangat panjang. Dengan diikuti oleh 45 penulis se-Nusantara, tentu memiliki banyak ragam pemikiran. Sempat akan terpecah, karena sedikit perbedaan sudut pandang. Tapi, berkat kerendahan hati para senior lainnya, akhirnya Iktiar Cinta lahir dengan selamat, utuh.

DI BATAS CAHAYA


Buku ini, menjadi buku yang paling cepat lahirnya. Dengan dead line hanya satu hari, dan terbit kurang dari satu bulan. Juga menjadi penutup jejak di 2018.

Meski, tulisanku di beberapa buku itu bukanlah yang terbaik, bahkan ada yang dibacanya nanggung seperti belum finish, tapi aku menikmatinya sebagai sebuah proses. Ini bukan tentang bagus-tidak, banyak-sedikitnya karya, tapi keistiqomahan dalam berjuang meraih cita-cita baru "Being A Writer".

Harapanku di tahun 2019, tidak menginkan lagi kuantitas buku, tapi lebih ke arah peningkatan kualitas diri. Antologi di 2019 akan dikurangi, ingin fokus menulis solo.

Calon Buku Baru: SECANGKIR WARNA NUSANTARA

Secangkir Warna Nusantara, duet dengan penulis favorit, Yola Widya, yang sedang masuk daftar tunggu cetak akan menjadi anak pertama di awal tahun 2019, semoga bisa lahiran sesuai HPL.

InsyaAllah, biidznillah semua akan tercapai. Bismillaaah, walhamdulillah ....

Selamat menyongsong harapan baru, dengan semangat baru, di tahun baru, 2019.

Bekasi, 31 Desember 2018
Nia Kurniawati

Senin, 17 Desember 2018

Belajar Membuat Prosais

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Selamat datang di Rumah Nia. Kali ini saya akan menyajikan sebuah resep baru, sebenarnya telah lama diramu. Namun, baru bisa disajikan, karena baru selesai prakteknya. 😊

Apa itu? Sebuah prosais. Harap maklum kalau kurang lezat, masih dalam tahap belajar. Semoga berkenan.

Prosais 1

Siapa Aku?
By: Nia Kurniawati

Aku adalah sepenggal kisah yang usang. Tentang seorang yang mengaku hamba Tuhan, tapi tiada mengenal Tuhannya.

Padahal malam sering merayunya, mengundang untuk hadir pada perjumpaan. Tapi, netra memejam,  menolak. Aku yang mengaku hamba Tuhan, lebih asyik bercinta dengan mimpi. Tak enggan kehilangan hangatnya kemul.

Aku yang mengaku hamba Tuhan, sering kali mengabaikan panggilan-Nya. "Sebentar lagi, wahai Tuhan! Waktu mengejarku untuk segera merampungkan sumur peluh, yang akan mengalirkan dinar," katanya.

Aku yang mengaku hamba Tuhan, sering beralibi untuk tidak bersurat pada-Nya. Ada surat lain yang lebih syahdu, berisi rayuan rindu sepasang makhluk dari jenis aku yang lain. Ada surat lain yang lebih melenakan, berisi lembaran kisah entah nyata atau dusta, dari makhluk sejenis aku. "Aku sedang belajar, Tuhan," kilahnya.

Jika Aku tak ingin berjumpa Tuhan, mengabaikan panggilan-Nya, dan enggan berkomunikasi, pantaskah Aku disebut Hamba Tuhan?

Bekasi, 6 Desember 2018


Prosais 2

Harapan Sepasang Kekasih
Oleh: Nia Kurniawati

Pada lembaran daun yang gugur, kutuliskan kisah sepasang kekasih. Tentang sebuah penantian. Layaknya gersang menanti hujan, pasrah dalam kekeringan.

Ingatkah kala air mata menjadi tinta dan lidah penanya, saat mereka bersimpuh dalam hening yang pekat, mengadu pada Raja Semesta?

Bukan dunia yang dihendak, tapi sosok lain dari mereka sebagai panyambung nasab. Gelak riuhnya dirindukan, seperti sepi merindu melodi. Senyum hangat di awal hari, selalu diimpikan. Harum surgawi dari desahan napas, sangat dinantikan. Tidak banyak, cukup tunggal. Berharap lebih, namun angan pahami takdir.

Pada tiap usapan kepala, mereka titipkan semoga. Pada tiap tangkupan, mereka langitkan harap. Pada tiap perjumpaan, mereka kisahkan penantian ini. Karena takdir hanya Dia yang punya.

Bekasi, 18 Desember 2018

Rabu, 05 Desember 2018

Catatan Hari Ini: Pensil

Bukan masalah bagus atau tidaknya pensilmu, tapi hasil coretan atau tulisannyalah yang akan dinilai.

Bagus atau tidaknya goresan, tergantung pada ketulusan hati, kekuatan niat, ketajaman pikir dan ketrampilan tangan. Bukan pensilnya.

Maka, kuatkan jiwa ragamu, Nak. Agar kelak kau dapat menggoreskan kisah indah yang inspiratif. Jadilah pensil yang tajam, bukan sekedar indah. Menuliskan yang benar, meski sakit terasa. Dengannya kelak kau bisa menuliskan keindahan, kebahagian, menghapus lara, dan menegakkan kebenaran. Tapi ingat untuk selalu menajamkannya. Karena pensil yang patah tak dapat menggoreskan huruf, hanya akan melukai kertas. Dan pensil yang tumpul tak nyaman digunakan.

Pertajam terus pensilmu, agar tak ada satu pun catatan yang terlewat.

Semoga Allah selalu meridhoimu. 😘😘

#Filosofi_pensil
#Melipat_pensil

Menguatkan Sayap


Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillah. Atas karunia-Nyalah, kita dapat mengecap semua nikmat yang tak kan cukup bintang di angkasa untuk membilangnya.

Sholawat dan salam bagi khotimul anbiya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.

Dalam beberapa tulisan , saya selalu menceritakan awal kejadian tertarik pada dunia literasi. Dan saya tidak menyesali ataupun malu, kenapa baru di usia 40 tahun ini Allah menganugerahi saya hidayah, dan ghiroh pada dunia baca-tulis. Bahkan syukur tak terkira, di penghujung usia, yang pastinya akan menemui akhir, masih diberikan nikmat ini.

Sejak saat itulah saya terus menggenjot kemampuan, tak peduli dibilang lola, ga ngerti-ngerti, yang penting berusaha maksimal.

Sadar diri tak bisa ceramah, maka menyebarkan kebaikan lewat tulisan adalah keputusan dan tekad saya, agar lebih bermanfaat lagi bagi kepentingan sesama.

Untuk itu, saya memutuskan untuk belajar membuat blog.

Kenapa Pilih Membuat Blog?

Bagi saya cukup dua alasan saja kenapa harus ngeblog.

1. Untuk Menebar Virus Kebaikan

Ngeblog bagi saya, bukan hanya untuk menyimpan ide, menyalurkan hobi tulis menulis yang baru dimulai, tapi untuk menularkan kebaikan yang telah Allah -- melalui manusia lainnya-- berikan pada saya. Dengan membuat blog, berharap virus ini dapat menyebar lebih luas lagi.

2. Ingat Nasihat Guru Ngaji
Karena saya selalu ingat nasihat guru ngaji. Apapun yang kita lakukan, niatkan untuk ibadah. Agar bukan cuma dunia yang kita dapat, tapi akhirat juga. Karena Allah menciptakan kita hanya untuk beribadah.

Allah SWT berfirman:

ÙˆَÙ…َا Ø®َÙ„َÙ‚ْتُ الْجِÙ†َّ ÙˆَالْاِÙ†ْسَ  اِÙ„َّا Ù„ِÙŠَعْبُدُÙˆْÙ†ِ

"Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku."
(QS. Az-Zariyat 51: Ayat 56)

Ayat di ataslah yang selalu mengingatkan saya akan tujuan yang hakiki.

Meski saat ini tampilan blog saya masih apa adanya, tapi dengan terus belajar saya yakin suatu saat akan ada apanya. Untuk itulah, saya bertekad belajar bersama Kang Asep Solikhin dalam #kelasblog003.

Semoga dengan tampilan blog yang kelak lebih baik dari sekarang, Allah akan menjadikan blog ini wasilah untuk mendapatkan amal jariyah, yang kelak akan menolong saya di yaumil akhir.

Demikian. Semoga apa yang sudah Anda baca baru saja, bukanlah suatu bentuk kesia-sian.

Kritik dan saran silakan menghubungi saya, Nia Kurniawati, di nomor 081310408248. Chat only.

Setiap yang benar datangnya dari Allah. Yang salah adalah kefakiran dan kepandiran diri ini, mohon dimaafkan.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahu Wabarakatuh

Sumber gambar: kolomsatu.com

Senin, 03 Desember 2018

Resensi Buku: WARNA SANG AKSARA

Oase Bagi sang Pembelajar

RESENSI BUKU
Judul: WARNA SANG AKSARA
Pengarang: Anggota Akademi Sastra Indonesia
Penerbit: Ujwart Media bekerjasama dengan Minang Jhovie Publisher
Terbit: Juli 2018
Tebal: 142 halaman
Ukuran: 13 cm x 19 cm
ISBN: 978-602-5732-57-7

Cerita awal perjumpaan dengan ASI

Tahun 2017, tepatnya bulan Juli, adalah awal bangkitnya ghiroh literasi saya. Di tahun ini, kesenangan terhadap membaca dan menulis tumbuh seirama. Hasrat untuk menulis terus bertumbuh, tak terbendung. Terutama setelah mengikuti beberapa grup kepenulisan secara online.

Kualitas saya masih sangat buruk. Karenanya saya terus belajar dari teman, langsung ataupun tidak, dengan membaca karya-karya yang diposting di grup dan memperhatikan setiap koreksi yang diberikan. Meski sudah tidak muda lagi, bagi saya tak ada kata terlambat untuk belajar.

Sampailah saya berkenalan dengan sebuah grup kepenulisan bernama Akademi Sastra Indonesia dari seorang teman, Mrs Djoana.

Oase itu bernama ASI

ASI adalah grup yang berisikan para penulis berbakat yang tak segan-segan memberikan pengarahan dan bimbingan pada para newbie semacam saya. Dengan bahasa yang serius tapi santai, menjadikan setiap pembelajarannya menarik, tidak membosankan. Motivasi yang selalu dibakar oleh owner, Endah dan para admin, membuat tugas yang diberikan menjadi lebih mudah. Meski tidak bisa dibilang enteng, dan sering membuat otak ngebul.

Dalam rangka mengapresiasi karya para anggotanya, ASI bertekad membukukan karya-karya yang sudah dibuat selama masa penugasan. Maka, terbitlah buku Warna Sang Aksara.

Design cover yang didominasi warna ungu dengan sehelai bulu sebagai lambang pena, dan disematkannya logo "Karya Terbaik MJ Publisher", membuat buku ini menarik perhatian. Ditambah bukunya yang imut, dan ringan membuat ketertarikan untuk membacanya lumayan tinggi.

Buku yang ditulis oleh 30 anggota ASI ini, terdiri dari tiga bagian.

Bagian pertama berisi 11 kumpulan cerpen di antaranya, Renjana, Kontrakan itu, Loring Kereta, Maze, Black Diary, Gadis Gubuk Derita, Bridge of Distarter, Imagination, Last Goodbye, Gadis Istimewa, dan Pesan dalam Hati. Panjang cerpen ini berkisar 4-11 halaman.

Maze karya Yola Widya, adalah salah satu cerpen yang paling menarik. Dalam karya ini kita disuguhi sebuah permainan yang berasal dari China, Ouija, papan pemanggil arwah. Permainan yang dimaksud untuk mengetahui sebab kematian dari gadis muda generasi Buttler, malah memakan korban. Rangkaian aksaranya, pemilihan diksi, serta narasi yang disampaikan, membuat ketakutan seolah nyata, dan kita terlibat dalam permainan tersebut.

Pada bagian kedua teridiri dari 6 cerita mini. Yaitu, Mudik Lebaran, Janji Gondo, Malam Minggu Terakhir, Si Tampan Mantanku, Nembak, dan Kidung Darah Perawan. Panjang cermin ini berkisar 2 - 5 halaman.

Nembak, karya Rismayanti menjadi karya yang menghibur di antara cermin lainnya. Nembak, bergaya humor-romantis membuat bibir tersenyum dan mata segar menyipit sekejap,  setelah membaca karya bergenre horor-romance yang membuat jantung seolah berhenti berdegup saking takutnya. Yang bikin ngakak so hard adalah endingnya, ulah si Aku yang mematahkan simcard karena berani nembak cowok idaman via sms, dan tak siap jika menerima penolakan. Padahal, si cowoknya membalas dengan menerima pernyataan si Aku. Kasihan, jadi nggak pernah tahu balasannya.

Pada bagian ketiga, menampilkan 12 kumpulan puisi. Yaitu, Hexagon, Fitrahku, Cintamu Kupulangkan, Rindu sang Ilalang, Si Gadia Bermata Satu, Terjemah yang Tak Lagi Serupa, Tuhan, About You, Bahasa Kalbu, Rindu Tak Berhulu, Serpihan di Bahu Jalan, dan Jatuh Cinta Tersakit.

Hexagon, karya Embing Jr menjadi sajian awal yang apik. Hexagon menjadi pembeda dari puisi lain yang bertemakan cinta pada pasangan, ataupun keadaan seseorang. Hexagon, menceritakan tentang keadaan masyarakat Indonesia yang sedang mengalami ujian persatuan dan kesatuan. Diksi yang diramu dengan tepat, menjadi salah satu ciri khas penyair kondang ini.

Kesempurnaan hanya milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala

Sebagai buku yang ditujukan untuk  pembelajar, ada baiknya jika dalam buku ini juga dicantumkan pengertian tentang kategori atau jenis-jenis tulisan yang ada di buku ini. Cerpen, cermin, dan puisi. Bukan sekedar penyajiannya yang dipisah sesuai jenis tulisannya saja.

Ada sedikit kerancuan yang tercipta di benak saya, kala membaca buku ini. Cermin yang berjudul Malam Minggu Terakhir, memiliki panjang 5 halaman, sama dengan panjang beberapa cerpen yang disajikan. Ada tiga cerpen yang memiliki panjang lima halaman, Imagination, Bridge of Distarter, dan Gadis Gubuk Derita.

Apalah arti secuil kekurangan ini, bila dibandingkan dengan segudang makna dan pelajaran yang disajikan.

Warna sang Aksara, tetap menjadi buku yang recomended untuk dipelajari. Dengan membaca buku ini, kita menjadi tahu sebagian jenis tulisan. Di antaranya cerpen, cermin dan puisi.

Genre yang disuguhkan, horor-romance, menjadi pembelajaran yang unik. Dengan membaca karya dari 30 orang penulis ini, kita dapat mempelajari bagaimana genre tersebut diaplikasikan ke dalam 3 jenis tulisan, cerpen, cermin dan puisi. Lalu, bagaimana memilih diksi yang tepat agar suasana horor tercipta melalui rangkaian aksara yang tersaji.

Over all, buku ini menarik dan layak untuk Anda baca.

Bekasi, 3 Desember 2018


#belajar_resensi_buku
#resensi_buku
#resensi_buku_warna_sang_aksara

Jumat, 09 Februari 2018

Cerpen Anak: CHUBBY

CHUBBY
Nia Kurniawati

Padli, terus menatap sedih, pada gundukan tanah di samping pekarangan rumahnya. Kemarin, kelinci kesayangannya mati terlindas motor, lalu dikubur di sana.

Chubby, nama kelinci peliharaan Padli, melompat keluar pagar melalui kolong pintu pagar yang berjarak kurang lebih, lima belas centi meter dari permukaan tanah, menghindari kejaran Padli. Sebuah motor melintas, tanpa sempat mengerem. Akhirnya, chubby kelinci berbulu putih itu pun tewas terlindas.

Bunda Titin, tidak tega melihat keadaan putranya yang terus menerus bersedih.

"Padli, sudah hampir gelap. Ayo siap-siap sholat maghrib." Bunda Titin, menggandeng anak lelaki berusia tujuh tahun itu. Jika tidak digandeng, Padli sulit untuk diminta masuk rumah.

Selepas sholat dan mengaji, Bunda Titin sudah menyiapkan gambar dan kertas origami.

"Padli, hari ini, bunda punya sesuatu untuk kamu." Bunda Titin memperlihatkan gambar yang sedari tadi sudah ada di atas meja lipat milik Padli.

"Wah, bagus banget gambar kelincinya, Bunda. Aku suka," ujar Padli.

"Alhamdulillah, bunda sudah menduganya. Ayo kita warnai."

Anak lelaki berambut keriting itu, antusias. Lalu, langsung mewarnai gambar kelinci. Sambil sesekali mengatakan, kelincinya mirip chubby.

Sambil menemani Padli, Bunda Titin bertanya perihal makhluk ciptaan Allah.

"Padli sayang sama chubby ya, Nak?"

"He em." Padli menjawab sambil lalu karena sedang asyik mewarnai.

Bunda membelai rambut Padli. "Sayang tahu nggak, siapa yang menciptakan chubby?"

"Allah," jawab Padli tanpa menoleh.

"Kalau makhluk ciptaan Allah, apakah dia bisa hidup selamanya di dunia?" tanya Bunda Titin selanjutnya.

Pertanyaan Bunda Titin, mampu mengalihkan konsentrasi Padli. Dia meletakkan krayonnya dan mengalihkan pandangannya ke arah Bunda Titin.

"Semua makhluk ciptaan Allah, tidak ada yang abadi. Aku masih ingat dua bulan lalu, sewaktu Tante Wulan meninggal, Bunda cerita tentang hal ini,"

"Lalu?"

"Semua yang bernyawa pasti akan mati." Padli berusaha mengingat nasihat bundanya.

"Benar! Jadi, chubby meninggal itu wajar, bukan?"

Padli tertundun lesu, mendengar pertanyaan bundanya.

"Iya, Bunda. Aku tahu. Tapi, sedih banget. Karena aku sangat sayang pada cubby." Padli memeluk Bunda Titin.

"Anak bunda, sedih boleh. Yang tidak boleh sedih berlebihan. Sampai nggak mau makan, nggak mau denger panggilan bunda, susah disuruh mandi, susah disuruh sholat." Bunda mengangkat kepala anak kesayangannya dan mengusap air matanya.

"Anak bunda kan bisa berdoa sama Allah, minta diberi kemudahan untuk mendapatkan kelinci baru." Lanjut bunda.

"Iya, Bunda. Padli mengerti
 Maafin Padli ya, kemarin nggak dengerin perintah Bunda."

"Iya, bunda paham kok. Anak bunda masih sedih." Bunda Tirin tersenyum dan mengajak Padli untuk tersenyum juga.

"Sekarang kita selesaikan mewarnai gambar kelincinya. Setelah itu, kalau Padli belum cape, kita akan melipat bentuk kelinci."

"Wah, aku mau, Bunda."

Padli bersemangat kembali. Dia ingin segera menyelesaikan mewarnai, agar bisa melipat bentuk kelinci. Kalau sudah selesai melipat, bunda biasanya akan mendongeng. Padli selalu menyukai  dongeng yang diceritakan bundanya.