Senin, 17 Desember 2018

Belajar Membuat Prosais

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Selamat datang di Rumah Nia. Kali ini saya akan menyajikan sebuah resep baru, sebenarnya telah lama diramu. Namun, baru bisa disajikan, karena baru selesai prakteknya. 😊

Apa itu? Sebuah prosais. Harap maklum kalau kurang lezat, masih dalam tahap belajar. Semoga berkenan.

Prosais 1

Siapa Aku?
By: Nia Kurniawati

Aku adalah sepenggal kisah yang usang. Tentang seorang yang mengaku hamba Tuhan, tapi tiada mengenal Tuhannya.

Padahal malam sering merayunya, mengundang untuk hadir pada perjumpaan. Tapi, netra memejam,  menolak. Aku yang mengaku hamba Tuhan, lebih asyik bercinta dengan mimpi. Tak enggan kehilangan hangatnya kemul.

Aku yang mengaku hamba Tuhan, sering kali mengabaikan panggilan-Nya. "Sebentar lagi, wahai Tuhan! Waktu mengejarku untuk segera merampungkan sumur peluh, yang akan mengalirkan dinar," katanya.

Aku yang mengaku hamba Tuhan, sering beralibi untuk tidak bersurat pada-Nya. Ada surat lain yang lebih syahdu, berisi rayuan rindu sepasang makhluk dari jenis aku yang lain. Ada surat lain yang lebih melenakan, berisi lembaran kisah entah nyata atau dusta, dari makhluk sejenis aku. "Aku sedang belajar, Tuhan," kilahnya.

Jika Aku tak ingin berjumpa Tuhan, mengabaikan panggilan-Nya, dan enggan berkomunikasi, pantaskah Aku disebut Hamba Tuhan?

Bekasi, 6 Desember 2018


Prosais 2

Harapan Sepasang Kekasih
Oleh: Nia Kurniawati

Pada lembaran daun yang gugur, kutuliskan kisah sepasang kekasih. Tentang sebuah penantian. Layaknya gersang menanti hujan, pasrah dalam kekeringan.

Ingatkah kala air mata menjadi tinta dan lidah penanya, saat mereka bersimpuh dalam hening yang pekat, mengadu pada Raja Semesta?

Bukan dunia yang dihendak, tapi sosok lain dari mereka sebagai panyambung nasab. Gelak riuhnya dirindukan, seperti sepi merindu melodi. Senyum hangat di awal hari, selalu diimpikan. Harum surgawi dari desahan napas, sangat dinantikan. Tidak banyak, cukup tunggal. Berharap lebih, namun angan pahami takdir.

Pada tiap usapan kepala, mereka titipkan semoga. Pada tiap tangkupan, mereka langitkan harap. Pada tiap perjumpaan, mereka kisahkan penantian ini. Karena takdir hanya Dia yang punya.

Bekasi, 18 Desember 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar