Senin, 03 Desember 2018

Resensi Buku: WARNA SANG AKSARA

Oase Bagi sang Pembelajar

RESENSI BUKU
Judul: WARNA SANG AKSARA
Pengarang: Anggota Akademi Sastra Indonesia
Penerbit: Ujwart Media bekerjasama dengan Minang Jhovie Publisher
Terbit: Juli 2018
Tebal: 142 halaman
Ukuran: 13 cm x 19 cm
ISBN: 978-602-5732-57-7

Cerita awal perjumpaan dengan ASI

Tahun 2017, tepatnya bulan Juli, adalah awal bangkitnya ghiroh literasi saya. Di tahun ini, kesenangan terhadap membaca dan menulis tumbuh seirama. Hasrat untuk menulis terus bertumbuh, tak terbendung. Terutama setelah mengikuti beberapa grup kepenulisan secara online.

Kualitas saya masih sangat buruk. Karenanya saya terus belajar dari teman, langsung ataupun tidak, dengan membaca karya-karya yang diposting di grup dan memperhatikan setiap koreksi yang diberikan. Meski sudah tidak muda lagi, bagi saya tak ada kata terlambat untuk belajar.

Sampailah saya berkenalan dengan sebuah grup kepenulisan bernama Akademi Sastra Indonesia dari seorang teman, Mrs Djoana.

Oase itu bernama ASI

ASI adalah grup yang berisikan para penulis berbakat yang tak segan-segan memberikan pengarahan dan bimbingan pada para newbie semacam saya. Dengan bahasa yang serius tapi santai, menjadikan setiap pembelajarannya menarik, tidak membosankan. Motivasi yang selalu dibakar oleh owner, Endah dan para admin, membuat tugas yang diberikan menjadi lebih mudah. Meski tidak bisa dibilang enteng, dan sering membuat otak ngebul.

Dalam rangka mengapresiasi karya para anggotanya, ASI bertekad membukukan karya-karya yang sudah dibuat selama masa penugasan. Maka, terbitlah buku Warna Sang Aksara.

Design cover yang didominasi warna ungu dengan sehelai bulu sebagai lambang pena, dan disematkannya logo "Karya Terbaik MJ Publisher", membuat buku ini menarik perhatian. Ditambah bukunya yang imut, dan ringan membuat ketertarikan untuk membacanya lumayan tinggi.

Buku yang ditulis oleh 30 anggota ASI ini, terdiri dari tiga bagian.

Bagian pertama berisi 11 kumpulan cerpen di antaranya, Renjana, Kontrakan itu, Loring Kereta, Maze, Black Diary, Gadis Gubuk Derita, Bridge of Distarter, Imagination, Last Goodbye, Gadis Istimewa, dan Pesan dalam Hati. Panjang cerpen ini berkisar 4-11 halaman.

Maze karya Yola Widya, adalah salah satu cerpen yang paling menarik. Dalam karya ini kita disuguhi sebuah permainan yang berasal dari China, Ouija, papan pemanggil arwah. Permainan yang dimaksud untuk mengetahui sebab kematian dari gadis muda generasi Buttler, malah memakan korban. Rangkaian aksaranya, pemilihan diksi, serta narasi yang disampaikan, membuat ketakutan seolah nyata, dan kita terlibat dalam permainan tersebut.

Pada bagian kedua teridiri dari 6 cerita mini. Yaitu, Mudik Lebaran, Janji Gondo, Malam Minggu Terakhir, Si Tampan Mantanku, Nembak, dan Kidung Darah Perawan. Panjang cermin ini berkisar 2 - 5 halaman.

Nembak, karya Rismayanti menjadi karya yang menghibur di antara cermin lainnya. Nembak, bergaya humor-romantis membuat bibir tersenyum dan mata segar menyipit sekejap,  setelah membaca karya bergenre horor-romance yang membuat jantung seolah berhenti berdegup saking takutnya. Yang bikin ngakak so hard adalah endingnya, ulah si Aku yang mematahkan simcard karena berani nembak cowok idaman via sms, dan tak siap jika menerima penolakan. Padahal, si cowoknya membalas dengan menerima pernyataan si Aku. Kasihan, jadi nggak pernah tahu balasannya.

Pada bagian ketiga, menampilkan 12 kumpulan puisi. Yaitu, Hexagon, Fitrahku, Cintamu Kupulangkan, Rindu sang Ilalang, Si Gadia Bermata Satu, Terjemah yang Tak Lagi Serupa, Tuhan, About You, Bahasa Kalbu, Rindu Tak Berhulu, Serpihan di Bahu Jalan, dan Jatuh Cinta Tersakit.

Hexagon, karya Embing Jr menjadi sajian awal yang apik. Hexagon menjadi pembeda dari puisi lain yang bertemakan cinta pada pasangan, ataupun keadaan seseorang. Hexagon, menceritakan tentang keadaan masyarakat Indonesia yang sedang mengalami ujian persatuan dan kesatuan. Diksi yang diramu dengan tepat, menjadi salah satu ciri khas penyair kondang ini.

Kesempurnaan hanya milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala

Sebagai buku yang ditujukan untuk  pembelajar, ada baiknya jika dalam buku ini juga dicantumkan pengertian tentang kategori atau jenis-jenis tulisan yang ada di buku ini. Cerpen, cermin, dan puisi. Bukan sekedar penyajiannya yang dipisah sesuai jenis tulisannya saja.

Ada sedikit kerancuan yang tercipta di benak saya, kala membaca buku ini. Cermin yang berjudul Malam Minggu Terakhir, memiliki panjang 5 halaman, sama dengan panjang beberapa cerpen yang disajikan. Ada tiga cerpen yang memiliki panjang lima halaman, Imagination, Bridge of Distarter, dan Gadis Gubuk Derita.

Apalah arti secuil kekurangan ini, bila dibandingkan dengan segudang makna dan pelajaran yang disajikan.

Warna sang Aksara, tetap menjadi buku yang recomended untuk dipelajari. Dengan membaca buku ini, kita menjadi tahu sebagian jenis tulisan. Di antaranya cerpen, cermin dan puisi.

Genre yang disuguhkan, horor-romance, menjadi pembelajaran yang unik. Dengan membaca karya dari 30 orang penulis ini, kita dapat mempelajari bagaimana genre tersebut diaplikasikan ke dalam 3 jenis tulisan, cerpen, cermin dan puisi. Lalu, bagaimana memilih diksi yang tepat agar suasana horor tercipta melalui rangkaian aksara yang tersaji.

Over all, buku ini menarik dan layak untuk Anda baca.

Bekasi, 3 Desember 2018


#belajar_resensi_buku
#resensi_buku
#resensi_buku_warna_sang_aksara

6 komentar: