Selasa, 03 Desember 2019

Dear Desember


Harimu terasa singkat, padahal baru 3 hari terlewati. Masih ada 28 hari lagi, tapi seolah sudah tak ada waktu.

Dear, aku masih punya banyak mimpi yang belum nyata, semoga bisa terajut dan wujud di bulan setelahmu.

Kau tahu, tahun ini aku menahan langkah. Memilih lebih banyak merenung, membaca, dan belajar, berharap teko bisa penuh, hingga mampu menyajikan barang secangkir atau dua cangkir. Nyatanya? Setengah pun tak terisi, masih terasa kosong. Aku sering menyalahkan demensia, yang karenanya aku sering dibuat alpa dan sering gagal paham, salahkah? Atau ini hanya alasan lainnya? Entah .... 😶

Dear, tahun ini mirip sekali dengan tahun lalu. Begitu banyak alasan yang mampir, hingga malas memenjarakan asaku. Meski, ada kalanya gunungan alasan itu terurai, tapi kemudian tiba-tiba menghujani lagi, hingga asaku kembali terhimpit dan sulit bangkit. Terus terulang, seperti terjebak dalam labirin.

Dear, jika kau merasa saat ini aku sedang melukis alasan lagi, kurasa tidak. Aku hanya sedang meramu rasa, memetakan kekuatan, agar tumpukkan alasan dapat terurai kembali. Jangan bosan mengeja setiap aksaraku, karena hanya ini senjata aku mewaraskan diri. Menyadarkan diri dari keterpurukan. Pada-Nya dan pena saja aku dapat meluahkan semua keluh kesah, mulut ini terkunci di hadapan semua insan pun "dia". 😷

Tepat hari ini, kugenggam kembali pena yang telah tergantung beberapa pekan. Bersama Bloger Asongan, semoga bisa merajut asa kembali. Setelah sebelumnya meninggalkan banyak kelas belajar, agar rekan-rekan tak dapat membaca rangkaian alasanku. Ternyata, meninggalkan mereka membuat aku semakin tenggelam. Aku masih butuh pertolongan, butuh suntikkan semangat, butuh genggaman. Aku melupakan kodrat kemanusiaanku, seolah perkasa bisa bangkit sendiri.

Bersyukur, masih ada teman yang siap menggenggam jemari, dan selalu menyiapkan pundaknya untuk sekadar bersandar, meski di dunia maya. Supportnya begitu nyata.

Baca juga : Dear Juli
Dear Desember, saksikan aku yang akan membuat langkah baru. Jangan lekas beranjak, agar Januari dapat kujelang dengan semangat baru. Berharap jejak kebaikan yang kutinggal, agar kelak kugapai husnul khotimah.















Sumber gambar: Ilustrasi Halo Desember by tribunnews






16 komentar:

  1. Semangat bu...moga harap dan asa bisa jadi nyata dengan segera...aamiin

    BalasHapus
  2. Dear Desember, bulan yang menyadarkanku ternyata masih banyak yang belum aku gapai selama 11 bulan terakhir. List-list yang terabaikan bahkan terlupakan. Yang terlaksanakan bahkan terhindarkan.

    Semoga kita bisa menggenggam asa yang belum terealisasikan untuk masa depan ya, Mbak.

    Aamiiinn

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dear Mba Ova

      Semoga segala doa yang telah dilangitkan, diijabah Sang Pemilik Semesta, dan Desember menjadi saksinya. Aamiiin

      Hapus
  3. Dear, Desember.. Sebelas bulan sebelummu telah aku lewati. Ada banyak badai yang telah aku. Jadi, aku mohon beri kebahagiaan dan ketenangan yg lebih dibulanmu. Aamiin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dear Mba Nining

      11 bulan lalu telah menjadi kenangan dan bahan ajar hebat, saatnya kini intropeksi untuk sebuah resolusi. Semoga bahagia menjelang. Aamiiin

      Hapus
    2. Dear Mba Nining

      11 bulan telah menjadi kenangan dan bahan ajar hebat. Waktunya kini intropeksi untuk sebuah resolusi, semoga bahagia kan menjelang. Aamiiin

      Hapus
  4. Dear mba. Semangat ya. Saya juga sedang mengumpulkan kepingan semangat yang berserak. Berharap bisa bergandengan tangan saling mendukung untuk lebih maju. Tulisannya bagus. Prosaik bangget. Love

    BalasHapus
  5. Tetap semangat ya, Mbak. Saya pun sedang berusaha untuk konsisten menulis di blog lagi ini.

    Semoga apa yang diinginkan, tercapai dan diberi kemudahan olehNya ya, Mbak. Aamiin..

    BalasHapus
  6. Tetap semangat menjalani hari, jangan pernah menyerah dan selalu menatap ke depan. Semoga diberi kemudahan dalam menjalani hidup.

    BalasHapus
  7. Tiap orang punya jalan cerita masing2.. makanya nggak bisa juga kita memandang berat beban kita dan merasa kok orang lain ringan? Padahal semua sudah dalam takaran masing-masing. Ya kan mbak?

    BalasHapus