Jumat, 12 Juli 2019

Persahabatan Pitki dan Tupi



Oleh : Nia Kurniawati
Ilustrator: Ina Khoirunnisa (Jyhan Rashida)

"Ibu ..., Kakak ..., jangan tinggalkan aku!" Pitki, si anak Pipit teriak memanggil ibu dan kakaknya yang terbang mencari makan.

"Uuh! Aku bosan berada di sarang terus. Tapi, bagaimana aku akan terbang?"  Pitki mengoceh sendirian.

Dia terus memutar kepala dan badannya, melompat-lompat, dan sesekali mematuki sarangnya, yang berada di antara batang pohon beringin. Dia berharap sahabatnya, Tupi, si anak tupai, akan segera datang.

Pitki terus teriak berusaha memanggil sahabat, kakak atau ibunya. Berharap salah satu dari mereka segera datang.

Mentari terus beranjak naik, hangatnya kian terasa menerobos dedaunan dan menerpa sarang Pipit. Ia mulai gelisah dan takut berada sendirian di sarang.

"Pagi Pipit, mengapa kau berisik sekali hari ini?" sapa Tupi sambil mengibaskan ekor dan menggaruk hidungnya.

Pitki kaget bercampur senang melihat sahabatnya tiba-tiba muncul. Tapi, ia menutupi kegembiraannya itu, dan berlagak marah pada Tupi. "Pagi? Ini hampir siang Tupi. Kenapa kau lama sekali?"

"Maaf, Pitki. Aku harus membantu ibuku mengumpulkan makanan, karena sebentar lagi musim penghujan akan datang.” Tupi mengibaskan ekornya, “sulit bagi kami mencari makan di musim hujan.”

“Oh begitu, ya. Baiklah, kau aku maafkan.” Pipit tersenyum, “saat musim hujan nanti, aku pasti kesepian.” Pitki menundukkan kepalanya.

"Tidak, kalau kau bisa terbang. Kau akan selalu bersama keluargamu sepanjang hari." Tupi berusaha menepis kesedihan sabahatnya

"Tapi, aku tidak bisa terbang."

"Belajarlah! Bukankah Kakakmu sudah sejak 2 minggu lalu bisa terbang? Kamu pasti bisa!” Tupi menyemangati Pitki.

"Kemarin, aku sudah mencoba, bahkan aku hampir jatuh."

"Apa kau ingin sendirian di sarang?"

"Aku tidak mau!"

"Kalau begitu, belajar lagi."

"Kalau aku jatuh bagaimana?"

"Kau belum mencoba, kenapa banyak alasan? Jangan takut, aku akan membantumu."

"Bagaimana kau bisa membantuku? Kau kan tidak punya sayap?”

“Tapi, aku bisa melayang menangkapmu Pitki,” Tupi terus saja menyemangati Pitki. Ia tidak mau temannya gagal.

“Baiklah, aku akan mencobanya.”
Pitki berusaha mengepakkan sayapnya.

"Tidak bisa!" teriak Pitki pesimis.

"Ayo! Coba sekali lagi!"

Pitki berusaha sekali lagi. "Sayapku sakit!"

"Jangan menyerah! Kau harus kuat, angin musim huja  nanti akan lebih kuat. Kalau kau malas belajar terbang, suatu saat sarangmu akan tertiup angin kencang dan kau akan jatuh bersamanya. Lalu ranting akan menimpa badanmu. Apa kau ingin seperti itu?" Tupi berusaha menyemangati, dengan memberikan gambaran buruk, yang akan dihadapi Pitki bila ia malas belajar terbang.

"Tidak!” Pitki menggelengkan kepalanya kuat-kuat, “baiklah aku akan mencoba lagi."

Pitki terus berusaha, dia tidak ingin ditinggal sendiri terus. Dia juga tidak mau mati konyol saat musim hujan nanti.

"Ahai! Teruslah Pitki, yeee ...!" Tupi teriak kegirangan sambil melompat dan terus mengibaskan ekornya, demi dilihatnya Pitki sudah melayang di atas sarangnya.

"Pitki, kau pasti bisa! Ayo condongkan badanmu, arahkan kemana saja kau mau ...!" teriak Tupi menyemangati anak Pitki.

"Bagaimana kalau aku jatuh?"

"Aku akan menangkapmu Anakku.” Ibu Pitki berseru dari atas, sambil terus mengangkasa mengitari sarangnya.

"Ibu, kau sudah datang. Lihatlah Ibu ...." Paruh Pitki terbuka lebar. Ia gembira melihat kedatangan ibunya.

"Ayo Adik, aku akan mendampingimu." Ternyata, kakaknya juga sudah datang.

Tak lama kemudian ....

"Tupiii ..., aku sudah bisa terbang." Pitki teriak dari atas pohon. Ia senang sudah bisa terbang.

Pitki pun mengangkasa bersama keluarganya, mengelilingi pohon tempatnya bersarang. Kini, ia tidak perlu cemas lagi akan tertinggal sendiri di sarang. 

"Terima kasih Tupi ...!" teriak Pitki lagi.

Tupi tersenyum bahagia melihat temannya sudah bisa terbang, “teruslah terbang Pitki, semangat ya!” 

Tupi pun, segera melompat ke pohon lain, untuk berkumpul bersama ibunya.

6 komentar: