Senja melukis langit Jakarta dengan gradasi oranye dan ungu, sinarnya yang lembut menembus jendela dapur Rani. Setelah membantu Ibu membereskan sisa hidangan makan malam, mata Rani menangkap sesuatu yang janggal di dekat pintu belakang – sebatang ranting kering tergeletak di lantai. "Aneh," gumam Rani, "padahal tadi tidak ada."
Berniat membuangnya, Rani membungkuk dan meraih ranting itu. Namun, belum sempat jari-jarinya menyentuh, ranting itu bergerak! Bukan sekadar bergeser karena sentuhan atau hembusan angin – jendela dan pintu tertutup rapat – melainkan bergerak aktif, sedikit meliuk seperti cacing. Rani tersentak dan spontan menjerit, melepaskan ranting itu hingga jatuh dengan bunyi klitik yang memecah keheningan senja.
"Aaaaa!" Rani mundur beberapa langkah, matanya membelalak menatap ranting tak bernyawa yang kini tampak begitu mengancam. Jantungnya berdegup kencang, dan bulu kuduknya meremang.
Mendengar teriakan histeris Rani, Ibu bergegas menghampirinya dengan wajah khawatir. "Rani, ada apa, Nak? Kenapa berteriak seperti melihat hantu?"
Rani menunjuk ranting di lantai dengan tangan gemetar. "Itu, Bu... ranting itu bergerak! Bergerak sendiri!"
Ibu mengikuti arah telunjuk Rani, lalu menghela napas lega. Ia mendekat dan mengambil ranting itu. "Astaga, Rani. Ini hanya belalang ranting. Kamu pasti kaget karena warnanya persis ranting." Ibu menunjukkan serangga itu dari dekat. Belalang itu memang tampak menyamar sempurna, tubuhnya kurus dan berwarna cokelat kayu.
Rani mengerutkan kening, masih sedikit tidak percaya. "Tapi, Bu... tadi gerakannya aneh, seperti bukan gerakan belalang biasa."
"Mungkin karena kamu kaget, Nak. Belalang memang bisa bergerak tiba-tiba," jawab Ibu sambil meletakkan belalang ranting itu dengan hati-hati di pot tanaman dekat jendela.
Malam itu, Rani masih merasa sedikit ganjil. Meskipun Ibu sudah menjelaskan, bayangan gerakan aneh ranting itu terus berputar di benaknya. Keesokan harinya, ia menceritakan kejadian itu kepada Pak Imam di masjid dekat rumahnya setelah shalat Subuh.
"Pak Imam," kata Rani dengan nada penasaran, "kemarin sore saya menemukan ranting di dapur, lalu ranting itu bergerak sendiri. Ibu bilang itu belalang ranting, tapi gerakannya terasa aneh sekali."
Pak Imam tersenyum bijak. "Rani, segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah ciptaan Allah SWT. Setiap makhluk hidup memiliki cara bergerak dan berperilaku yang berbeda-beda. Mungkin kamu belum pernah melihat belalang ranting bergerak sebelumnya, jadi kamu merasa aneh."
"Tapi, Pak Imam," lanjut Rani, "rasanya seperti ada sesuatu yang lain. Seperti... ada pesan."
Pak Imam mengangguk pelan. "Pesan memang bisa datang dari mana saja, Nak. Bahkan dari seekor serangga kecil. Pesannya bisa berupa pengingat tentang kebesaran Allah yang menciptakan makhluk dengan segala keunikannya. Atau mungkin, pesan untuk kita agar tidak mudah terkejut dan takut pada hal yang belum kita pahami sepenuhnya."
Siang harinya, teman Rani, Arya, datang ke rumah untuk mengerjakan tugas sekolah bersama. Rani menceritakan pengalamannya di dapur kemarin sore.
Arya tertawa. "Hahaha, Rani takut sama belalang ranting! Itu kan serangga tidak berbahaya."
"Bukan begitu, Arya! Gerakannya itu lho, aneh sekali," sanggah Rani. "Seperti ada yang mengendalikannya."
"Sudahlah, Rani. Mungkin kamu hanya terlalu lelah kemarin," kata Arya mencoba menenangkan. "Yang penting sekarang kita fokus kerjakan tugas, ya."
Sore menjelang maghrib, Rani kembali ke dapur untuk membantu Ibu menyiapkan makan malam. Ia melirik ke arah pot tanaman tempat Ibu meletakkan belalang ranting kemarin. Belalang itu masih di sana, diam tak bergerak, menyatu sempurna dengan batang dan daun.
Tiba-tiba, belalang itu bergerak. Bukan lagi gerakan meliuk aneh seperti kemarin, melainkan gerakan khas belalang, melompat kecil dari satu dahan ke dahan lain. Rani memperhatikannya dengan saksama. Kali ini, ia bisa melihat dengan jelas anatomi dan cara bergerak serangga itu. Ia menyadari, mungkin memang benar kata Ibu, ia hanya kaget dan belum pernah melihat belalang ranting bergerak dari dekat.
Malam itu, sebelum tidur, Rani merenungkan kejadian seharian. Ia teringat kata-kata Pak Imam tentang kebesaran Allah dalam menciptakan setiap makhluk dan pesan untuk tidak mudah takut pada hal yang belum dipahami. Ia juga menyadari, terkadang prasangka dan ketergesaan dalam menyimpulkan bisa membuat kita melihat sesuatu berbeda dari kenyataannya.
Keesokan harinya, Rani bercerita kepada Arya tentang pengamatannya terhadap belalang ranting. Arya mendengarkan dengan lebih serius kali ini.
"Mungkin benar katamu, Rani. Kita memang tidak boleh langsung takut atau menyimpulkan sesuatu tanpa mencari tahu lebih dulu," ujar Arya. "Seperti kita belajar di pelajaran agama, kita harus tabayyun, mencari kejelasan sebelum mempercayai sesuatu."
Rani tersenyum. Ia mengerti. Kejadian dengan "ranting bergerak" itu memang membuatnya takut, tetapi juga mengajarkannya tentang pentingnya ketenangan, mencari ilmu, dan mengagumi ciptaan Allah. Bahwa di balik kejadian sederhana pun, terkadang tersimpan pelajaran berharga jika kita mau merenungkannya. Belalang ranting itu, tanpa disadarinya, telah menyampaikan pesan moral dan religi yang mendalam bagi Rani.