Sabtu, 28 Maret 2020

Moms, Ini Dia 5 Hal yang Tidak Boleh dan yang Harus Dilakukan dalam Mendidik Anak




Memiliki anak yang lucu, dan berakhlak mulia adalah dambaan setiap orang tua. Tapi, pola asuh yang kurang tepat, bukan mendidiknya menjadi baik, malah bisa jadi memiliki karakter yang sangat tidak kita harapkan.

Seperti apa pola asuh yang harus dihindari? Berikut 5 hal yang tidak boleh dilakukan dalam mendidik anak.

1. Otoriter

Hal yang tidak boleh dilakukan dalam mendidik anak yang pertama adalah otoriter. 

Pola asuh ini terkenal dengan aturan ketatnya, tanpa mempertimbangkan keinginan dan kebutuhan anak. Bahkan tak jarang memberikan hukuman fisik agar anak patuh pada peraturan.

Pola asuh seperti ini berakibat buruk bagi kesehatan mental anak, di antaranya:
- Anak menjadi agresif.
Agresivitas ini terbentuk dari kemarahan atau perasaan negatif yang menumpuk, dan disalurkan pada orang lain.
- Pemalu dan kurang percaya diri.
Karena selalu mendapat tekanan dan tuntutan, anak menjadi malu atau takut menyampaikan pendapat, dan kurang percaya diri.
- Pencemas.
Anak dengan pola asuh otoriter, akan cenderung menjadi pencemas. Ia cemas dan khawatir jika segala tingkahnya akan berlawanan dengan keinginan dan harapan orang tua.

2. Permisif

Hal yang tidak boleh dilakukan dalam mendidik anak berikutnya adalah permisif.

Pola asuh permisif ini adalah kebalikan dari otoriter. Orang tua cenderung memberikan kebebasan pada anak, terlalu reaktif, dan tidak memiliki batasan yang jelas tentang aturan.

Kebebasan yang bablas ini, berdampak negatif bagi perkembangan anak. Anak akan menjadi labil, dan tidak taat aturan.

3. Membandingkan

Pola asuh berikutnya yang akan membuat perkembangan mental anak kurang baik adalah, membandingkan.

Membandingkan kemampuan anak dengan orang lain, meski itu adik atau kakak kandung, akan membuat harga diri anak terluka. Akibatnya, anak menjadi kurang percaya diri, rendah diri, bahkan bisa jadi menyimpan amarah terpendam terhadap pembandingnya.

4. Perbedaan Pola Asuh Ibu dan Ayah

Jika orang tua memiliki pola asuh yang berbeda untuk buah hatinya, misal; ibu otoriter dan ayah fermisif, anak akan bingung untuk mengikuti aturan siapa, hal apa yang diharapkan orang tua untuk ia patuhi dan kerjakan. Akhirnya, anak akan berlindung pada salah satu orang tua, ayah atau ibu, saat melakukan kesalahan. Hal ini akan mendidik anak menjadi labil dan manipulatif.

5. Lalai

Jenis pola asuh terakhir ini, sangat buruk bagi perkembangan mental dan fisik anak.

Orang tua yang lalai, bukan berarti tidak memenuhi kebutuhan dasar anak, tetapi ia tidak perhatian dalam masa perkembangannya. Bahkan meniadakan komunikasi dan nihil dukungan emosional.

Dengan pola asuh seperti ini, anak cenderung tak memiliki kontrol diri di kemudian hari. Pola asuh ini juga mencetak pribadi dengan harga diri dan kompetensi yang rendah.

Nah, kelima macam pola asuh di atas tidak boleh dilakukan, ya, Moms.

Lalu, sebaiknya pola asuh seperti apa yang baik untuk perkembangan anak?

1. Teladan

Hal yang harus dilakukan dalam mendidik anak
yang pertama dan utama kesuksesan mendidik anak adalah keteladanan dari orang tua. Semua petuah akan membekas dan mudah dilaksanakan anak jika ada contoh atau teladannya. Juga sebaliknya, semua serasa seperti dongeng jika hanya sebatas retorika.

Sangat miris jika ada orang tua yang melarang sesuatu, tapi mencontohkan hal sebaliknya. Sebagai contoh, ayah yang melarang anaknya merokok tapi sering merokok di hadapan anak-anaknya, bahkan menyuruh anak untuk membelikan rokok.

Orang tua harus menjadi rule model bagi anak-anaknya.

2. Luangkan waktu

Hal yang harus dilakukan dalam mendidik anak
selanjutnya adalah meluangkan waktu.

Sesibuk apapun orang tua, harus mau meluangkan waktu untuk anak-anaknya. Adalah sebuah keniscayaan jika anak menjadi prioritas hidup orang tua, tapi tak mau meluangkan waktu untuk anaknya.

Tentu kita faham, mau dan mampu memiliki definisi yang berbeda. Meski ada kesempatan, jika tidak mau, maka tidak akan mampu meluangkan waktu. Dan sebaliknya, jika mau, meski sibuk akan mampu memanfaatkan waktunya bersama, quality time.

Dengan meluangkan waktu, komunikasi akan berjalan baik, akan terjalin hubungan yang erat, anak akan lebih percaya diri dan bahagia, sehingga diharapkan akan tumbuh perilaku positif.

3. Beri gambaran tegas tentang benar dan salah

Yang penting dilakukan dalam hal ini adalah kontinue dan tegas. Jangan sampai kita plin-plan dalam memberi gambaran dan batasan tentang hal yang benar dan salah. Jika tidak, anak akan mengalami kesulitan mengidentifikasinya.

4. Pahami anak

Meski terlahir dari rahim yang sama, sejatinya setiap anak adalah individu yang berbeda, kembar sekalipun. Karena itu sangat penting memahami karakter setiap anak. Beda karakter, beda pula cara pendekatan dan penanganan masalahnya.

5. Doakan anak

Ini yang utama dan pertama harus selalu dilakukan oleh orang tua, mendoakan untuk kebaikam anak.

Mata dan tangan kita terbatas geraknya, kita tak selalu bisa mengawasi dan menjaga anak. Karena itulah kita sangat butuh bantuan Sang Maha Melihat dan Mengetahui, untuk selalu menjaga dan melindungi anak-anak kita.

Menjadi oran tua adalah profesi yang selalu membutuhkan energi dan ilmu baru. Karena sosok yang menjadi tanggung jawab kita selalu bertumbuh menjauhi zaman kita. Tentu, kita tidak bisa mendidik mereka seperti orang tua kita mendidik kita pada zaman dulu. Zaman terus berkembang, orang tua wajib up to date, agar bisa mendidik anak sesuai dengan zamannya.

Jangan lupa berdoa dan selalu semangat belajar ya, Moms.

Senin, 02 Maret 2020

Dokter pun tak Percaya



Masih tentang semut, Genks.

Setelah hari Rabu, 26 Februari 2020 lalu aku tersengat semut, sehingga menyebabkan terserang syok anafilaksis. Pagi tadi, Senin, 2 Maret 2020, pukul 06.45 saat bersiap menunggangi kuda besi untuk mengajar, aku kembali tersengat. Kali ini telunjuk kaki kiri dekat jempol yang kena.

Di latar depan rumah, suami menyimpan satu kijang pasir. Mungkin ini dijadikan sarang semut juga. Padahal beberapa minggu lalu sebelum tersengat untuk yang kedua, aku sudah menyampaikan perihal keberadaan semut yang sering membuatku merinding saat akan menjemur pakaian. Seperti biasa, jawabannya cuma, "Biarin aja. Nggak papa." Karena istrinya belum terdampak.

Setelah itu, percakapan itu terlupakan, hingga Rabu lalu tersengat dan hari ini aku tersengat untuk yang ke-3 kalinya.

Masih hangat pengalaman Rabu lalu, kuda besi kembali kustandard dan bergegas menyeduh kopi seven elemen dari HPAI yang aku tahu memiliki kandungan anti racun. Alhamdulillah. Lima menit setelah sengatan, biduran cuma stag di ujung pergelangan kaki. Darah panas yang biasanya aku rasakan mengalir, tak juga menjalar. Menunggu 30 menit untuk melihat reaksi, sebelum akhirnya menyeduh gelas ke dua.

Biasanya dari dua kejadian yang pernah kualami sebelumnya, reaksi syok anafilaksis bekerja cepat, kurang dari satu jam. Dari biduran, pusing lemas, keram perut, buang air besar, muntah, lalu pingsan. Tapi setelah proses itu selesai, pulihnya juga cepat. Hanya bengkak dan gatal di sekitar lepuhan beningnya saja yang lama hilangnya, sekitar seminggu lebih.

Nah, kasus ke-3 ini unik. Setelah 30 menit tersengat, lalu minum segelas kopi sevel, tidak kurasakan gejala syok anafilaksis. Sebagai pencegahan, setelah minum kopi sevel yang kedua kalinya, aku menyeduh lagi untuk bekal ke sekolah

Dengan diantar suami, perjalanan yang biasanya hanya kutempuh dalam waktu 20 menit, ini hampir 40 menit. 😑 Mungkin karena membawa orang sakit kali, ya, jadi berkendaranya sangat hati-hati. Good joblah utuk suamiku. Kasih uplose ya, Genks. 😊

Setelah drama penyambutan (anak-anak heboh menanyakan kenapa datang sangat terlambat), aku minum bekal kopi sevel. Fix! Dalam kurun kurang dari 2 jam, aku telah meminum 3 gelas kopi sevel.

Saat tiba kembali di rumah, aku juga langsung nyeduh kopi sevel lagi untuk yang ke-4 kalinya. Karena takut racun semutnya masih ada.

Bakda zuhur, nafsu makan sudah mulai hilang. Aku tak merasakan lapar. Meski demikian, kupaksakan menyuap nasi saat suami makan. Alhamdulillah, tiga suapan kecil nasi masuk ke perut. Fyi, pagi sarapan bubur.

Badan mulai lemas, mulai ada rasa mual. Karena merasa yakin (atau takut?) syok anafilaksis akan menyerang, aku menyeduh kopi sevel untuk yang ke-5 kalinya.

Setelah meminum kopi untuk yang kelima kalinya, rasa mual mulai meningkat diiringi rasa nyeri seperti di remas pada lambung. Lalu, berturut-turut diare dan muntah. Aku merasa muntah yang ini berbeda. Jika muntah saat terserang syok anafilaksis, aku tidak merasakan nyeri lambung maupun rasa asam. Tapi muntahan kali ini, aku selalu merasakan asam, begitu juga aromanya. Setiap waktu, muntaber (yang keluar cuma air tanpa ampas), nyeri lambung serasa diremas, lemas, semakin meningkat. Puncaknya setelah sholat isya sekitar pukul 19.30, badan sangat lemas, bahkan muntah pun ditempat. Di samping sajadah, tak kuat menghampiri plastik yang sudah kusiapkan sekitar 30 cm (satu ubin) dari sajadah. Pandangan sudah mulai kabur.

Muntah terus berulang selama beberapa kali. Kebetulan suami sedang ke rumah pamannya di perumahan lain, sejak bakda magrib, dan tidak membawa hp. Terpaksa menelepon keponakan suami yang tinggal serumah dan sedang main di gang belakang.

Rasa panik mulai meyelimuti, semua praduga saling berargumen di benak. Satu sisi menghawatirkan syok anafilaksis, di sisi lain memastikan asam lambung kumat, mengingat jumlah kopi yang kuminum.

Tak selang lama, keponakan datang saat aku sedang muntah untuk kesekian kalinya. Mungkin karena tahu aku sudah sangat payah, dia tidak berani membawaku dengan motor, dan berinisiatif meminjam mobil temannya.

Saat mobil tiba, suami juga datang. Berempat dengan teman ponakan, aku diboyong ke klinik terdekat.

Sampai di klinik saat ditanya, dengan susah payah aku menceritakan kasus syok anafilaksis yang sempat aku derita karena disengat semut. Dan aku juga cerita tentang sengatan di pagi hari, juga jumlah kopi yang kuminum dan sakit yang kurasa setelahnya.

Mau tahu jawaban dokter, Genks?

"Oh, ini karena asam lambung ibu terganggu karena kebanyakan kopi." Sambil menekan perut dokter melanjutkan pernyataannya, "kalo karena digigit semut nggak akan ngasih efek seperti ini ibu, biasanya lebah."

Fix! Dokter pun menyangkal bahwa gigitan semut dapat mengakibatkan penderita terserang syok anafilaksis, apalagi orang awam.

Aku hanya mengiyakan semua reason yang dijabarkan. Karena aku juga punya riwayat sakit maag. Tapi yang aku sesalkan, bantahan tentang bahaya sengatan semut. Mungkin ibu dokter cantik di hadapanku ini belum pernah mendengar dan mendapatkan kasus seperti yang kualami.

Kenapa aku curhat seperti ini? Cuma sekedar sharing dan semoga jadi warning untuk mewaspadai semua kemungkinam terburuk akibat sengatan semut.

Dokter aja nggak percaya, apalagi orang biasa.

Pembaringan, 2 Maret 2020

#tetapwaspada
#duajamdiklinik,alhamdulillahdapet3xsuntikan
#penasaran
#berjuangmelawanlemas