Sabtu, 03 Mei 2025

Ranting yang Bergerak


Senja melukis langit Jakarta dengan gradasi oranye dan ungu, sinarnya yang lembut menembus jendela dapur Rani. Setelah membantu Ibu membereskan sisa hidangan makan malam, mata Rani menangkap sesuatu yang janggal di dekat pintu belakang – sebatang ranting kering tergeletak di lantai. "Aneh," gumam Rani, "padahal tadi tidak ada."

Berniat membuangnya, Rani membungkuk dan meraih ranting itu. Namun, belum sempat jari-jarinya menyentuh, ranting itu bergerak! Bukan sekadar bergeser karena sentuhan atau hembusan angin – jendela dan pintu tertutup rapat – melainkan bergerak aktif, sedikit meliuk seperti cacing. Rani tersentak dan spontan menjerit, melepaskan ranting itu hingga jatuh dengan bunyi klitik yang memecah keheningan senja.

"Aaaaa!" Rani mundur beberapa langkah, matanya membelalak menatap ranting tak bernyawa yang kini tampak begitu mengancam. Jantungnya berdegup kencang, dan bulu kuduknya meremang.

Mendengar teriakan histeris Rani, Ibu bergegas menghampirinya dengan wajah khawatir. "Rani, ada apa, Nak? Kenapa berteriak seperti melihat hantu?"

Rani menunjuk ranting di lantai dengan tangan gemetar. "Itu, Bu... ranting itu bergerak! Bergerak sendiri!"

Ibu mengikuti arah telunjuk Rani, lalu menghela napas lega. Ia mendekat dan mengambil ranting itu. "Astaga, Rani. Ini hanya belalang ranting. Kamu pasti kaget karena warnanya persis ranting." Ibu menunjukkan serangga itu dari dekat. Belalang itu memang tampak menyamar sempurna, tubuhnya kurus dan berwarna cokelat kayu.

Rani mengerutkan kening, masih sedikit tidak percaya. "Tapi, Bu... tadi gerakannya aneh, seperti bukan gerakan belalang biasa."

"Mungkin karena kamu kaget, Nak. Belalang memang bisa bergerak tiba-tiba," jawab Ibu sambil meletakkan belalang ranting itu dengan hati-hati di pot tanaman dekat jendela.

Malam itu, Rani masih merasa sedikit ganjil. Meskipun Ibu sudah menjelaskan, bayangan gerakan aneh ranting itu terus berputar di benaknya. Keesokan harinya, ia menceritakan kejadian itu kepada Pak Imam di masjid dekat rumahnya setelah shalat Subuh.

"Pak Imam," kata Rani dengan nada penasaran, "kemarin sore saya menemukan ranting di dapur, lalu ranting itu bergerak sendiri. Ibu bilang itu belalang ranting, tapi gerakannya terasa aneh sekali."

Pak Imam tersenyum bijak. "Rani, segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah ciptaan Allah SWT. Setiap makhluk hidup memiliki cara bergerak dan berperilaku yang berbeda-beda. Mungkin kamu belum pernah melihat belalang ranting bergerak sebelumnya, jadi kamu merasa aneh."

"Tapi, Pak Imam," lanjut Rani, "rasanya seperti ada sesuatu yang lain. Seperti... ada pesan."

Pak Imam mengangguk pelan. "Pesan memang bisa datang dari mana saja, Nak. Bahkan dari seekor serangga kecil. Pesannya bisa berupa pengingat tentang kebesaran Allah yang menciptakan makhluk dengan segala keunikannya. Atau mungkin, pesan untuk kita agar tidak mudah terkejut dan takut pada hal yang belum kita pahami sepenuhnya."

Siang harinya, teman Rani, Arya, datang ke rumah untuk mengerjakan tugas sekolah bersama. Rani menceritakan pengalamannya di dapur kemarin sore.

Arya tertawa. "Hahaha, Rani takut sama belalang ranting! Itu kan serangga tidak berbahaya."

"Bukan begitu, Arya! Gerakannya itu lho, aneh sekali," sanggah Rani. "Seperti ada yang mengendalikannya."

"Sudahlah, Rani. Mungkin kamu hanya terlalu lelah kemarin," kata Arya mencoba menenangkan. "Yang penting sekarang kita fokus kerjakan tugas, ya."

Sore menjelang maghrib, Rani kembali ke dapur untuk membantu Ibu menyiapkan makan malam. Ia melirik ke arah pot tanaman tempat Ibu meletakkan belalang ranting kemarin. Belalang itu masih di sana, diam tak bergerak, menyatu sempurna dengan batang dan daun.

Tiba-tiba, belalang itu bergerak. Bukan lagi gerakan meliuk aneh seperti kemarin, melainkan gerakan khas belalang, melompat kecil dari satu dahan ke dahan lain. Rani memperhatikannya dengan saksama. Kali ini, ia bisa melihat dengan jelas anatomi dan cara bergerak serangga itu. Ia menyadari, mungkin memang benar kata Ibu, ia hanya kaget dan belum pernah melihat belalang ranting bergerak dari dekat.

Malam itu, sebelum tidur, Rani merenungkan kejadian seharian. Ia teringat kata-kata Pak Imam tentang kebesaran Allah dalam menciptakan setiap makhluk dan pesan untuk tidak mudah takut pada hal yang belum dipahami. Ia juga menyadari, terkadang prasangka dan ketergesaan dalam menyimpulkan bisa membuat kita melihat sesuatu berbeda dari kenyataannya.

Keesokan harinya, Rani bercerita kepada Arya tentang pengamatannya terhadap belalang ranting. Arya mendengarkan dengan lebih serius kali ini.

"Mungkin benar katamu, Rani. Kita memang tidak boleh langsung takut atau menyimpulkan sesuatu tanpa mencari tahu lebih dulu," ujar Arya. "Seperti kita belajar di pelajaran agama, kita harus tabayyun, mencari kejelasan sebelum mempercayai sesuatu."

Rani tersenyum. Ia mengerti. Kejadian dengan "ranting bergerak" itu memang membuatnya takut, tetapi juga mengajarkannya tentang pentingnya ketenangan, mencari ilmu, dan mengagumi ciptaan Allah. Bahwa di balik kejadian sederhana pun, terkadang tersimpan pelajaran berharga jika kita mau merenungkannya. Belalang ranting itu, tanpa disadarinya, telah menyampaikan pesan moral dan religi yang mendalam bagi Rani.


Sabtu, 29 Maret 2025

Rindu yang Tidak Akan Terbalas


Nyanyian rindu yang tak berkesudahan bahkan sejak pertama kau pergi, hingga kini telah berbilang ratusan purnama, membuat hati berisik menengadahkan tangan ke langit memohon penjagaan Sang Pemilik Jagat untuk sosok yang telah membuatku lahir ke dunia, Bapak.

Pak, genap dua dasawarsa rindu ini mengalun dalam derasnya do'a. Pak, meski tidak setiap kali saat makan, tapi yang jelas, Nia ingat Bapak setiap kali sedang makan. Teringat jelas dalam benak, bagaimana effortnya saat harus menyajikan makan untukmu yang tak mau nasi hasil rice cooker dan hanya mau nasi hasil aronan yang dikukus. Maafin Nia, ya, Pak, yang dulu sering banget nipu Bapak. Saat kita sudah mulai punya rice cooker, Nia kukus nasi yang di rice cooker bukan diaron, dan Nia balas marahnya Bapak yang lidahnya tak bisa dibohongi. Itulah kenapa, saat makan sendirian nasi sering sulit tertelan dan gerimis di pelupuk sampai menetes ke piring. 

Pak, gimana, sudah ketemu Emak? Desember 2023 lalu, Emak nyusul Bapak, lho. Dan rumah Emak yang baru sekarang pun ada di dekat Bapak, ya, memang nggak dempet tapi hanya berjarak lima rumah orang lain. 

Pak, udah nggak berantem sama Emak, kan? 

Nia bayangin Bapak sekarang lagi merajuk ke Emak dan masakin tumis ketan kesukaan Bapak. Duh, lagi-lagi Nia harus minta maaf, nih, karena sering nipu Bapak. Bapak jadi nggak pernah nyuruh Nia untuk bikin tumis ketan, saat nasi yang terhidang adalah tipuan. Bapak tahu, nggak? Tapi pasti Bapak tau, cuma nggak mau marahin anak bandel Bapak ini, kan? Pasti, itu! Pak, Nia sering, lho, nyuri tumisan ketannya Bapak itu. Meski Nia sering banget nggak mau disuruh masak, tapi Nia selalu menghidu dalam-dalam aroma rempah yang Bapak tumis dan menunggu untuk disuruh matiin kompor. Saat Bapak belum makan, Nia curi  beberapa suap. Karena selalu Nia yang matikan kompornya, dan Nia cuma mau disuruh itu, supaya bisa mencuri ketannya Bapak.

Pak, sekarang udah mau lebaran. Bapak inget, nggak? Nia dulu seneng banget foto di samping Bapak dengan gaya siap kayak polwan; mata melotot, wajah tegak ke depan, kedua tangan lurus di samping, dan kaki rapat. Dulu, Nia ngerasa gaya itu keren. Padahal kalo inget sekarang, geli dan malu rasanya. Mata melotot itu mah bukan gaya polwan, kan, Pak? 

Pak, tau nggak sih, kenapa Nia seneng banget bergaya kayak gitu? Bahkan, Nia dijulukin srikandi waktu masih mengenakan seragam putih merah, lho, Pak. Karena saking seringnya mukul dan bikin nangis anak laki-laki yang jahilin Nia atau teman. Tapi, allhamdulillah nggak ada guru dan teman yang marah, cuma anak laki-laki aja yang takut sama Nia. menurut Bapak, Nia keren nggak?

Pak, Nia tuh seneng bergaya bak tentara/polisi wanita itu karena Bapak juga, lho! Bapak itu, kalo dateng ke sekolah Nia, jalannya gagah, selalu mengenakan kemeja yang dimasukkan ke dalam celana, celana panjang dengan gesper yang di pinggangnya ada tempat kaca mata, sepatu hitam mengkilat, dan tak lupa rambut yang selalu rapi tersisir dan klimis karena pake krim rambut, meski kepala bagian tengah Bapak sudah agak botak. Jangan lupa, jam tangan logam yang selalu menempek di pergelangan tangan kiri Bapak, wuih, MaasyaAllah, itu bikin Bapak terlihat gagah dan ruapih!

Kalo ada yang lihat Bapak, pasti teriak, "Eh, Bapaknya si Nia dateng!" 

Temen-temen itu, Pak, langsung nengok dan ngeliatin Bapak dari pagar sekolah sampai masuk ke ruang guru. Mereka mengira Bapak itu polisi, bahkan ada yang nggak percaya dan bilang Bapak pasti intel, karena Nia sanggah kalo Bapak itu cuma pedagang karung bekas di Pasar Induk Cibitung.

Belum lagi seragam Nia yang berbeda dari yang lain. Saat itu, rok teman-temen Nia semuanya berempel full depan sampai belakang. Sedang rok Nia, cuma rempel 3 di samping kanan aja, dan di bagian atasnya ada kancing bungkus warna merah. Bagus n cantik! Terus, sepatu Nia juga beda. Di saat teman-temen bahkan ada yang cuma pake sendal di kelas, saat itu Nia udah pake sepatu kain yang mirip sepatu boot panjang sampai sebetis dan kainnya bisa dilipat ke bawah samapi ke mata kaki. Dan yang paling fenomenal di kelas itu, tas Nia, Pak. Tas Nia mirip koper dengan bentuk kokoh dari plastik dan full colour, Nia ingat warnanya biru tapi lupa apa gambarnya! Wuih, itu keren banget, Pak! 

Semua yang Nia pake jadi pusat perhatian, apalagi kan Nia anak pindahan baru. MaasyaAllah pokoknya, waktu ada Bapak itu Nia bangga banget.

Terima kasih, ya, Pak, atas segala cinta yang kau beri meski tak pernah terucap. Dan baru Nia pahamin sekarang, bahwa cinta  Bapak meski tak terangkai dalam kata, tapi selalu ada dalam bentuk nyata.

Terima kasih, ya, Pak, untuk semua peluh yang terkucur dan tak mungkin bisa terbalas bahkan hingga kini..

Pak, terima kasih sudah menjadi perantara kehadiran Nia di dunia. In syaa Allah dengan izin Allah, kita akan bertemu kembali di surga-Nya.

Sampai jumpa, Pak.

Anak bandelmu ini, selalu menanti pertemuan itu.


Bekasi, 29032025